SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Darwis menolak keterangan empat saksi meringankan yang didatangkan Terdakwa Liliana Herawati melalui tim kuasa hukumnya.
Empat saksi tersebut adalah Notaris Andi Prayitno, Rudi Hartono, Surya Kencana Putra dan Suantoro Handoko. Menurut Jaksa, empat saksi tersebut tak bisa diperiksa karena pernah ada di ruangan saat sidang kasus ini berlangsung.
"Kami keberatan yang mulia atas diperiksanya empat saksi tersebut karena ada di ruang persidangan sebelumnya," ujar Jaksa Darwis dalam persidangan yang digelar di ruang Cakra PN Surabaya, Kamis (6/7/2023).
Apa yang menjadi keberatan Jaksa mendapat reaksi dari tim kuasa hukum Terdakwa yakni Gregorius. Gregorius menyangkal, menurut dia keberadaan empat saksi di ruang sidang adalah saat sidang belum dimulai.
Jaksa Darwis kemudian menunjukkan bukti bahwa empat saksi tersebut ada di ruang sidang saat persidangan sedang mengagendakan keterangan saksi.
"Saya berkali-kali mengatakan kalau akan menjadi saksi mohon untuk meninggalkan ruang sidang," ujar Jaksa Darwis.
Majelis hakim yang diketuai Ojo Sumarno pun akhirnya mengatakan bahwa keberatan Jaksa dicatat dan saksi tetap memberikan keterangan.
Dalam sidang kali ini, tim kuasa hukum Terdakwa mendatangkan enam saksi dalam perkara ini, mereka adalah Andi Prayitno, Rudi Hartono, Rudi Mulyo Utomo, Surya Kencana Cipto, Suantoro Handoko, Vincent Handoko.
Saksi diperiksa secara terpisah, saksi pertama Andi Prayitno diminta untuk menjelaskan menjelaskan perbedaan perguruan, yayasan dan perkumpulan.
Saksi kemudian diminta untuk menjelaskan adanya rapat pada 7 November 2019 di gedung Sridjaja.
Saat itu dibahas tentang internal mereka yang berkembang di media sosial di whatsaap tentang uang arisan.
Kemudian saat itu juga dibahas tentang pengunduran diri Tjandra Sridjaja sebagai ketua DPP.
Selanjutnya dibahas tentang perubahan nama pembinaan mental karate. Selain itu, juga dibahas masalah pengunduran diri Terdakwa Liliana Herawati sebagai ketua umum perkumpulan pembinaan mental karate.
Saksi kemudian ditunjukkan bukti notulen rapat dan tanda tangan, ada beberapa hal yang disangkal saksi diantaranya adalah kata-kata setelah saksi tanda tangan.
Namun saksi tidak menyangkal bahwa isi dalam notulen tersebut adalah benar semua. Namun tidak disebutkan dalam notulen hanya berupa lisan saja.
"Apa yang tertuang dalam notulen tersebut apa benar semua dibahas dalam rapat?," tanya Jaksa Darwis yang dibenarkan oleh saksi.
Saksi juga diminta untuk menjelaskan akta nomor 8 yang mana saat itu Terdakwa Liliana datang untuk dibuatkan akta no 8 pada 6 Juni 2022.
Tujuan pembuatan akta tersebut adalah untuk menjawab akta nomor 16 yang berisi bahwa Terdakwa Liliana Herawati mengundurkan diri dari perkumpulan.
Sementara saksi kedua Rudi Hartono, dia menjelaskan soal uang arisan perkumpulan. Saksi mengatakan bahwa arisan periode pertama sampai ke empat sudah diserahkan anggota semua. Dan arisan periode ke lima masih jalan sampai saat ini.
Saksi kemudian ditanya terkait adanya laporan di Mabes Polri, menurut saksi laporan tersebut terkait penipuan dan penggelapan dengan terlapor Erick Sastrodikoro dan Bambang Irwanto dkk.
Saat ditanya berapa nilai uang yang dilaporkan digelapkan? Saksi menjawab Rp 11 miliar lebih. Angka kerugian tersebut kata saksi berdasar pada adanya pemindahan yang dari rekening BCA atas nama perkumpulan kemudian dipindahkan ke rekening Bank Mayapada dan Artagraha.
"Pemindahan uang tersebut dari rekening BCA ke rekening Mayapada dan Arthagraha, kedua rekening tersebut atas nama siapa?," tanya Jaksa Darwis yang kemudian dijawab saksi kedua rekening tersebut atas nama perkumpulan.
Usai sidang, Yunus Hariyanto Ketua Dewan Guru Perkumpulan mengatakan dari laporan polisi Liliana Herawati tanpa didukung bukti dan hanya sekedar kayalan belaka, sehingga sampai hari ini tidak jalan.
Bahkan penyidik bareskrim ketika itu sudah mengatakan saat wawancara: "sudah tamat LP Liliana", karena sesuai bukti Liliana sudah tidak punya legal standing lagi dan LPnya tidak didukung bukti.
"Sangat disesalkan akibat kerakusan Liliana dan kawan-kawan perguruan dihancurkan seperti ini, menggunakan massa bukan warga untuk demo. Sudah seharusnya dihukum seberat beratnya agar jera dan sadar," tutupnya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait