LAMONGAN, iNewsSurabaya.id - Era digital merubah semua bidang, kehidupan baru merubah semuanya. Zaman kekinian memiliki ciri-ciri berbeda secara signifikan dengan peradaban lama, untuk itu pesantren harus mengembangkan cara pandang baru dalam berpegang pada literasi yang selama ini digunakan, yaitu kitab kuning.
Ini disampaikan tokoh NU, KH. Ulil Abshar Abdalla, saat berpidato sebagai pembicara kunci pada pembukaan Halaqah Ulama Nasional yang digelar Rabithah Ma'ahid al-Islamiyah PBNU di Pesantren Sunan Drajat, Lamongan, Jawa Timur, Rabu (12/7/2023).
Bila tidak, kata Ketua Lakpesdam PBNU ini, segala problematika zaman tidak akan dapat dipecahkan oleh umat Islam. "Kita memerlukan rekontekstualisasi kitab kuning sehingga dengan referensi yang sama dapat memecahkan persoalan zaman ini," tandasnya di depan 500 peserta halaqah dari berbagai daerah di Indonesia.
Ia menyoroti cara umat Islam di Indonesia, khususnya warga NU, yang bermazhab kepada Imam Syafi'i dan mengakui tiga imam lainnya, tetapi masih sangat tekstual memahami literatur. PBNU dalam Munas 1992 telah mencetuskan rumusan baru dalam metode istimbath hukum, yaitu istimbath manhaji (metodis) bukan qauli atau letterlijk.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait