SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Masih ingat dua tahun lalu! PT Barata Indonesia mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Surabaya untuk menyelamatkan diri dari pailit. Namun janji itu telah diingkari, imbasnya lima kreditur mencabut perdamaian yang pernah ada.
Mereka adalah Kwa Herjadi Krisno Saputra, Andi Setiadi, Muhammad Nur Yusuf, Agus Priyanto, dan Rizali. Kelima kreditur telah mengajukan permohonan pembatalan perdamaian di Pengadilan Niaga Surabaya. Mereka didampingi pengacara kondang, Sunarno Edy Wibowo.
Ia menyatakan bahwa PT Barata Indonesia melanggar putusan perdamaian dan tidak melaksanakan kewajiban pelunasan. Meskipun kelima kreditur telah sering menagih utang, PT Barata Indonesia selalu memberi janji tanpa tindakan.
Saat ini, mereka menuntut agar perusahaan tersebut dinyatakan pailit, dengan harapan aset-asetnya dapat dijual untuk membayar utang.
Lima kreditur secara rinci adalah Kwa Herjadi Krisno Saputra (UD Sumber Makmur), Andi Setiadi (Koperasi Himpen-PG), Muhammad Nur Yusuf (PT Unggul Energy Engineering), Agus Priyanto (PT Trijaya Anugrah Bina Steel, dan Rizali (PT Sampoerna Alam Samudra).
’’Kenyataannya, termohon (PT Barata Indonesia) tidak pernah melaksanakan angsuran pelunasan kewajibannya,’’ ujar pengacara yang akrab disapa Bowo tersebut.
Kelima kreditur sudah kerap menagih utang PT Barata Indonesia. Namun, perusahaan pelat merah itu selalu memberi janji, tetapi tidak menepatinya.
Bowo menambahkan, tagihan kelima kliennya belum dibayar PT Barata Indonesia hingga permohonan ini diajukannya. Karena itu, dia mengajukan permohonan pembatalan perdamaian.
Dengan permohonan ini, kelima kreditur menuntut agar PT Barata Indonesia ditetapkan dalam keadaan pailit. ’’Supaya nanti aset-aset debitur dibereskan kurator lalu dilelang untuk membayar tagihan kreditur,’’ ujar Bowo.
Sementara itu, pengacara PT Barata Indonesia Ari Mukti Raharjo belum bersedia menanggapi permohonan pembatalan homologasi tersebut. ’’Sementara ini saya belum ada informasi karena kemarin baru sidang pertama,’’ kata Ari.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait