SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Sidang lanjutan perkara dugaan pemalsuan surat Koperasi Intidana Cabang Sidoarjo dengan terdakwa Rizky Fahriza, pengelola Intidana cabang di wilayah Jawa Timur (Jatim) menghadirkan dua ahli.
Dua ahli yang dihadirkan dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya itu berasal dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan penasihat hukum terdakwa. JPU Muzakki menghadirkan saksi ahli Dr Toetik Rahayuningsih SH M Hum dari Universitas Airlangga (Unair) dan ahli dari pihak terdakwa yakni Muhammad Fatahillah Akbar SH LLM dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Dalam perkara ini, terdakwa Rizky didakwa melanggar Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat.
Kedua ahli menyatan hal yang sama terkait yang dimaksud dengan pemalsuan surat dan memalsukan surat. Dimana yang dimaksud pemalsuan surat adalah surat belum ada, sehingga ada pemalsuan surat. Sementara untuk memalsukan surat artinya, ada surat sebelumnya tapi ada isi atau keterangan yang dipalsukan.
Sementara terkait adanya kerugian di dalam perkara pidana ada hal perbedaan. Dimana menurut Dr Toetik Rahayuningsih SH M Hum, kerugian itu bersifat riil. Ada juga yang berpendapat jika kerugian bersifat immateriil atau berpontensi timbulnya kerugian. Namun ia tetap kurang setuju dengan kerugian immateriil. Sebab, kerugian harus dibuktikan secara jelas.
"Soal kerugian, bisa riil dan bisa berpotensi. Hukum pidana selalu terkait dengan ketugian. Entah materiil maupin immateriil. Tapi agak susah yang immaterill. Jadi harus ada pembuktian materiil," ujar Toetik, Senin (18/12/2023).
Hal sama yang diungkapkan oleh Muhammad Fatahillah Akbar SH LLM, yang mana kerugian harus dibuktikan dulu. "Kerugian yang diderita korban harus dibuktika terlebih dulu," katanya dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Widiarso tersebut.
Sementara itu, penasihat hukum terdakwa, Anggit Sukmana Pribadi menilai, terdapat sejumlah hal penting dari keterangan dua ahli tersebut yang meringankan terdakwa. Antara lain, terkait sengketa kepengurusan koperasi. Ketika terdakwa melakukan kegiatan berdasarkan kewenangannya, maka tidak ada mens rea (tidak ada niatan terdakwa melakukan pidana).
"Putusan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) menetapkan kepengurusan Handoko yang kemudian memberikan SK pengangkatan area manajer ke terdakwa. Berikut kuasa untuk mengalihkan pinjaman atau melakukan cessie. Dan itu merupakan tugas terdakwa," ujarnya.
Kedua, lanjut dia, terkait kerugian. Menurut ahli, kerugian harus bisa dibuktikan secara materiil berikut hubungan langsung sebab akibat antara perbuatan dengan kerugian. "Harus dibuktikan adanya penyebab antara perbuatan dengan kergian. Menurut hemat saya belum ada pembuktian tentang itu," katanya.
Berdasarkan surat dakwaan JPU Akhmad Muzakki dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya, perkara ini bermula ketika terdakwa bekerja sebagai karyawan pada Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana sejak Agustus 2013 sebagai Pimpinan Kantor Cabang Sidoarjo. Pada tanggal 29 Desember 2014, terdakwa diangkat menjadi Pjs. Pimpinan Wilayah Jawa Timur (Jatim) berdasarkan Surat Keputusan (SK) Pengangkatan Karyawan No. 103/SK-KP.SMG/HRD/14 tanggal 29 Desember 2014. SK itu ditandatangani oleh saksi Handoko selaku General Manager KSP Intidana.
Pada tanggal 10 Maret 2016, terdakwa diberhentikan dari jabatan Pjs. Pimpinan Wilayah Jatim berdasarkan SK Pengurus Nomor : SK-06/NID/III/2016 tanggal 10 Maret 2016 tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) Dengan Kualifikasi Pengunduran Diri yang ditandatangani Hartono Kurniawan selaku Ketua II dan Hendra Kusuma selaku Sekretaris I pada KSP Intidana.
Alasannya, terdakwa dianggap telah membawa dan menguasai aset KSP Intidana Cabang Sidoarjo dan Cabang Wonokromo. Terdakwa juga membuat dan menandatangani beberapa surat yang mengatasnamakan KSP Intidana.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait