Hingga saat ini, tidak pernah terjadi adanya perbedaan berlangsung selamanya. Selalu ada waktu akhir. Kalau sudah ditemukan dasar hukum yang diakui lebih kuat, maka wajib disepakati. “Ketika sudah dicapai kesepakatan, maka perbedaan itu harus diakhiri,” pungkasnya.
Politik bagi Nahdliyin, merupakan paradigma ber-kebangsa-an. Wujud dari kemerdekaan untuk mewujudkan kemaslahatan seluruh umat.
Wawasan politik kebangsaan, dinyatakan PCNU Kota Surabaya, dalam menerima kunjungan audiensi mahasiswa Universitas Airlangga. Kunjungan dalam rangka pemantauan Pemilu bertema “Election watch 2024: International Student’s Exploration of Indonesia’s Trajectory to Democracy.”
PCNU sekaligus berpesan untuk mewujudkan partisipasi coblosan yang lebih baik. Mengajak masyarakat berbondong-bondong menuju TPS untuk menggunakan hak pilih. Partisipasi Pemilu tahun 2024, harus lebih baik dibanding tahun 2019 lalu, yang sudah mencapai 82%.
“Mari kita menuju TPS dengan perasaan Bahagia, dalam suasana persaudaraan, tawadlu’ dan tasamuh (saling menghargai),” kata Sekretaris PCNU Kota Surabaya, Ir. H. Masduki Thoha.
Dijelaskan Masduki Thoha, PBNU telah men-sosialisasi Nawacita Politik sebagai arahan untuk Nahdliyin (warga NU). Nawacita merupakan Sembilan pedoman berpolitik warga NU yang direkomendasikan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama tahun 2023. Yakni, sebagai partisipasi keterlibatan warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menjadi hak setiap warga negara. Prinsip kedua, adalah keutuhan kebangsaan. Ketiga, sebagai wujud kemerdekaan untuk mendidik warga mencapai kemaslahatan. Keempat, akhlaqul karimah. Kelima, kejujuran berdasar moralitas agama, kostitusional, dan adil.
Prinsip keenam, politik untuk memperkuat konsensus nasional. Ketujuh, menghindari perpecahan bangsa. Kedelapan, visi ukhuwah (persaudaraan), tawadlu’ dan saling menghargai (tasamuh). Serta kesembilan, mewujudkan masyarakat mandiri mampu sebagai mitra pemerintah.
“Visi Nawacita politik NU, wajib menjadi pedoman warga NU dimana saja, kapan saja. Terutama prinsip ukhuwah, dan saling menghargai walau terdapat perbedaan pendapat,” papar H Masduki.
Bahkan di kalangan warga NU, niscaya terjadi perbedaan. Karena NU meliputi 56,9% dari total jumlah rakyat Indonesia (sekitar 158,5 juta jiwa), dengan beragam latar belakang pendidikan, bahasa, dan kultur.
“Sehingga ukhuwah, dan tasamuh (saling menghargai), menjadi sikap wajib, dan telah membudaya di kalangan NU,” tambahnya.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait