Adhy menambahkan, salah satu kepedulian yang ditunjukkan Pemprov Jatim melalui kerja sama dengan Bapanas adalah layanan laboratorium keliling dan pos pantau untuk memastikan tidak adanya kontaminasi bahan pangan segar di berbagai pasar.
Selain itu, terdapat juga pasar bebas kontaminasi yang disebut Pasar Segar Aman (Pas Aman) di sembilan kabupaten dan kota. Salah satunya Pasar Nambangan Surabaya yang menjadi Pilot Project Pas Aman.
"Kami juga menyediakan laboratorium keliling dan pos pantau, selain yang Jatimapatkan duluan dari Bapanas. Kami sediakan layanan mandiri untuk provinsi karena ini merupakan bagian dari pelayanan publik. Karena kita lumbung pangan nasional Indonesia Timur, maka semua kebijakan kami terapkan," ungkapnya.
"Mobil ini dilengkapi dengan lab test kit, jadi bisa langsung diperiksa pada bahan pangan segar itu ada kontaminasi apa, termasuk bahan kimia berbahaya seperti pengawet, pestisida, dan boraks," sambung Adhy.
Adhy pun berkomitmen untuk menjaga hasil panen Jatim demi mendukung ketahanan pangan di era krisis iklim global.
"Kita mulai menghadapi climate change dan kebakaran tapi dengan bantuan dan sinergi dari segala pihak terkait termasuk Kementerian Pertanian, Insyaallah kami bisa mempertahankan panen kita," tegasnya.
Pj. Gubernur Adhy juga menyampaikan apresiasinya atas diselenggarakan Peringatan Hari Keamanan Pangan di Jawa Timur. Apalagi mengingat posisi Jatim sebagai lumbung pangan nasional Indonesia Timur dan provinsi penyangga pangan nasional.
Pasalnya, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis bahwa 4 tahun berturut-turut (2020-2023) kontribusi produksi rata-rata padi Jawa Timur mencapai 17,9 persen terhadap produksi padi nasional.
Sementara itu, untuk pola konsumsi pangan masyarakat Jawa Timur dilihat dari skor Pola Pangan Harapan (PPH) tahun 2023 sebesar 93,8. Angka ini meningkat 1 persen dari tahun 2022 yaitu 92,8 persen.
"Kami tentu sangat mengapresiasi dan berterimakasih, apalagi ini sangat membuat senang pemerintah kota Surabaya juga karena banyaknya aktivitas yang bisa dilakukan di kota ini. Semoga kegiatan ini bisa menyadarkan kami pentingnya keamanan pangan," pungkasnya.
Di sisi lain, perwakilan WHO Indonesia Dr. Momoe Takeuchi, menyampaikan bahwa saat ini dihadapkan pada kondisi tidak terduga karena kejadian yang disebabkan oleh pangan yang tidak aman.
“Di Indonesia, hampir 5000 kasus keracunan makanan dilaporkan dari Januari hingga Oktober 2023, yang meningkat 30% dari tahun 2020,” katanya
Momoe juga menjelaskan bahwa keamanan pangan yang tidak memadai dapat menyebabkan siklus kesehatan dan gizi yang tidak berakhir.
“Oleh karena itu perlu adanya langkah strategis yakni dengan memperkuat kesiapsiagaan menerapkan sistem yang mampu mencegah insiden keamanan pangan, penguatan kolaborasi antar pemangku kepentingan yang membutuhkan pendekatan multi-sektoral, dari pemerintah dan masyarakat,” terangnya.
Sementara itu Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi, menggarisbawahi isu perubahan iklim yang berdampak pada keamanan pangan. Ancaman ketidakpastian keamanan pangan inilah yang menjadi momentum dibalik terselenggaranya acara ini.
“Perlu adanya kolaborasi kesiapsiagaan sehingga potensi ketidakamanan pangan dapat dicegah dan mampu mewujudkan pangan segar aman,” kata Arief.
“Kami juga berupaya mempertahankan kemandirian dan kedaulatan pangan sehingga hal ini menjadi concern kita saat ini utamanya stakeholder untuk mewujudkan keamanan pangan yang lebih baik lagi,” tambahnya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait