Ananta Putra mengatakan, sampah terbanyak adalah sampah sachet dari minuman seperti kopi dan jus sebanyak 21 %. Diperkirakan jumlah kemasan sachet yang terjual sekitar 1.3 triliun pada tahun 2027 yang berpotensi menjadi sampah dan mencemari lingkungan.
Plastik sachet terdiri dari 4 lapis material, diantaranya lapisan luar (HDPE/OPP/PS/kertas), lapisan perekat (Lem polyolefine, polyurethane), dan lapisan pelingung udara/ kelemban/ cahaya (EVOH/PP/PE/PVA/Aluminium) TiO2, serta apisan Dalam (LDPE/PP/PA)
"Plastik sachet memiliki kandungan senyawa kimia yang berbahaya seperti phthalate sebagai zat pemlastis, dioxin, senyawa berflourinasi, BFRs (Brominated Flame Retardants), Bisphenols A, dan lain-lain," jelasnya.
Sachet banyak digunakan di wilayah pedesaan sebanyak 700 ribu ton. Padahal sebagian besar desa masih tidak terlayani sistem pengelolaan sampah desa, karena layanan pemerintah hanya menjangkau area perkotaan dan yang terlayani rute angkutan sampah ke TPA.
Ananta melanjutkan, smpah plastik sachet yang terakumulasi di lingkungan perairan karena hanyut dan tertumpuk dibantaran sungai akan mencemari air sungai yang dimanfaatkan sebagai bahan baku air PDAM
Bahkan sampah sachet yang tertumpuk akan mengalami degradasi menjadi masalah baru. Yaitu terbentuknya mikroplastik.
"Mikroplastik adalah bagian terkecil dari plastik yang telah mengalami degradasi dan berukuran (mikroskopis) <5mm. Mikroplastik rentan dikonsumsi oleh makhluk hidup dan masuk dalam rantai makanan," bebernya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait