Analisis Singkat dan Dampak Negatif
Elia berpendapat bahwa Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 yang sasarannya ke arah pengawas, pengurus, dan anggota koperasi, serta pelaku UKM yang diharapkan akan meningkatkan UHC 15 persen dari sekitar 83 persen ke 98 persen ini kurang tepat.
Berdasarkan data Kemenkop UKM bulan Maret 2021, jumlah UKM mencapai 64,2 juta atau sekitar 23,5 persen jumlah penduduk Indonesia.
“Artinya, bisa diartikan bahwa 17 persen penduduk yang belum mengikuti BPJS Kesehatan adalah dari kalangan UKM dan penduduk miskin yang jumlahnya per September 2021 sekitar 9,71 persen,” ucap Elia.
Jika penghasilan UKM ini dikaitkan dengan perhitungan Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk WPDN status K/3 sebesar 72 juta/tahun atau 6 juta per bulan, ada berapa persen pelaku UKM ini yang berpenghasilan di atas 6 juta perbulan?
Pada umumnya, kata Elia, pelaku UKM ini berpenghasilan di bawah UMR. Tentunya hal ini perlu dilakukan survey lebih lanjut.
“Jadi bisa ditarik benang merah bahwa ketidakpatuhan masyarakat untuk mengikuti program JKN disebabkan karena ketidakmampuan ekonomi dan pelayanan kesehatan di lapangan terhadap masyarakat yang menggunakan BPJS yang tidak seragam belum baik,” ucap Elia.
Elia menilai, jika JKN dipaksakan sebagai prasyarat berbagai urusan kependudukan, kemungkinan ketidakmampuan ekonomi masyarakat ini akan menyebabkan ketidakpatuhan massal yang mengganggu kestabilan politik.
Tentu saja, hal itu berpengaruh ke pendapatan daerah, khususnya PKB dan Pendapatan Bukan Pajak yang berkaitan dengan semua dokumen kependudukan.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait