Kemudian juga Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 25 Tahun 2019. Serta Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.
Pemkot dan aparat berwenang juga diminta untuk menindak tegas pengedar yang tidak berizin, penjualan di lokasi yang tidak sesuai, hingga oknum petugas yang diduga mendukung peredaran ilegal.
“Selain itu, tindakan mencampur, meracik, atau mengoplos minuman keras tanpa formulasi yang tepat harus diawasi dengan ketat. Pelakunya juga perlu diberikan hukuman tegas,” tambah Johari.
Sebagai langkah lanjutan, Johari mengajak Pemkot Surabaya untuk segera menyusun Raperda tentang Minuman Beralkohol. Hal ini bertujuan melindungi warga Surabaya, sekaligus meningkatkan pemahaman masyarakat tentang bahaya NAPZA, khususnya minuman beralkohol.
Mengakhiri pernyataannya, Johari mengutip ayat Al-Quran Surat Al-Maidah ayat 90, “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung” (QS Al Maidah: 90).
“Jadi jelas, mendekati saja sudah tidak boleh, apalagi mengonsumsinya,” tegas Johari. Dengan sikap ini, ia berharap peredaran mihol di Surabaya dapat dikendalikan demi keselamatan dan kesejahteraan warga Kota Pahlawan.
Sementara itu Kepala Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olah Raga, serta Pariwisata Kota Surabaya, Hidayat Syah mengakui, salah satu rantai penjualan mihol ada di sektor pariwisata, lainnya distributor. Sektor pariwisata salah satunya RHU (Rumah Hiburan Umum), dimana kewenangannya ada di Provinsi Jatim.
“Jadi, semua rekom peredaran mihol baik penjualan secara langsung atau yang ada di RHU, itu kewenangan Provinsi. Kami di Pemkot Surabaya sudah maksimal memantau peredaran mihol, dan jika di indikasikan ada yang menjual mihol tanpa izin kami langsung bertindak,” tutup Airlangga.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait