SURABAYA – Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) resmi ditetapkan sebagai perguruan tinggi dengan status Klaster Mandiri dalam bidang Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Penetapan ini berdasarkan Keputusan No. 1114/E5/PG.02.00/2024 yang diterima Unusa pada akhir tahun lalu.
Achmad Syafiuddin, S.Si., M.Phil., Ph.D., Ketua LPPM Unusa, saat ditemui di Auditorium Mini Kampus C mengatakan bahwa status ini memberikan beberapa keunggulan bagi Unusa, salah satunya adalah kebebasan dalam mereview usulan penelitian, termasuk menentukan reviewer dan proses review.
"Unusa dapat melakukan review sendiri dengan reviewer internal, dan Alhamdulillah, kami sudah memiliki tujuh dosen yang memenuhi syarat sebagai reviewer," terangnya.
Syafiuddin menambahkan, Unusa akan terus mengembangkan roadmap riset yang telah dirancang dan memetakan luaran yang dapat diimplementasikan di masyarakat dan dunia industri sebagai bentuk nyata pengabdian masyarakat.
"Unusa telah membentuk berbagai pusat riset seperti CEHP dan TB Center, serta membangun kelompok-kelompok riset yang melibatkan kolaborasi antardosen, baik dari Unusa maupun perguruan tinggi lain di dalam dan luar negeri," ungkapnya.
"Kami akan terus bersinergi untuk mempertahankan capaian ini. Yang terpenting adalah bekerja produktif sehingga tidak terlena dengan klasterisasi. Harapannya, Unusa tetap survive dan bertahan dengan bekerja sebaik-baiknya," imbuh Syafiuddin.
Indikator Klaster Mandiri
Prof. Dr. Ir. Hotniar Siringoringo, Dosen Universitas Gunadarma, yang menjadi narasumber dalam kegiatan Pelatihan Reviewer Kemendiktisaintek, menjelaskan beberapa indikator yang perlu diperhatikan untuk mempertahankan status Klaster Mandiri.
"Indikator tersebut meliputi penelitian dan publikasi para dosen, jabatan fungsional para dosen, hingga akreditasi program studi maupun perguruan tinggi," jelas Prof. Hotniar.
"Perguruan tinggi yang berada pada klaster mandiri memiliki hak yang lebih besar dalam pengelolaan penelitian, termasuk menentukan atau menunjuk reviewer satu dari perguruan tinggi," tambahnya.
Reviewer satunya akan ditunjuk oleh pusat, yaitu Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (DPPM) Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi.
Prof. Hotniar juga menekankan pentingnya objektivitas dalam menilai proposal penelitian. "Reviewer harus bersikap objektif dan tidak bisa sembarangan memberikan nilai baik agar semua proposal penelitian lolos," tegasnya. Tindakan seperti itu dapat mencoreng nama baik perguruan tinggi dan merugikan pihak lain yang seharusnya berkesempatan melakukan penelitian.
Untuk menjadi reviewer, Prof. Hotniar menjelaskan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu bergelar minimum doktor, jabatan fungsional minimum Lektor, pernah menjadi ketua penelitian di penelitian multi tahun, memiliki publikasi di jurnal bereputasi internasional, dan telah mengikuti bimbingan teknis dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi; Prof. Hotniar menegaskan bahwa mengikuti bimtek dari Dikti menjamin reviewer dapat mengikuti standar yang ditetapkan
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait