Ia memberikan beberapa opsi skema pemanfaatan aset, seperti hak guna sewa jangka panjang hingga pola kerja sama investasi seperti build operate transfer (BOT). Melalui skema tersebut, Pemkot bisa bermitra dengan investor untuk membangun fasilitas di atas aset daerah, kemudian kembali dikelola oleh pemerintah setelah jangka waktu tertentu.
Ajeng juga menyarankan agar aset-aset strategis yang belum termanfaatkan bisa dikembangkan menjadi hunian vertikal seperti rumah susun sederhana sewa (rusunawa) dengan konsep apartemen. Ini tidak hanya mendukung kebutuhan tempat tinggal warga, tetapi juga membuka peluang pendapatan bagi daerah.
"Aset bisa dibangunkan menjadi sentra ekonomi kreatif, pusat UMKM, atau bahkan sekolah. Jangan sampai terus-menerus nganggur tanpa kontribusi," ujar Ajeng.
Sebagai tindak lanjut konkret, Ajeng mendesak Pemkot Surabaya untuk melakukan pemetaan menyeluruh terhadap aset yang dimiliki, termasuk menertibkan legalitas dokumen kepemilikan agar tidak menimbulkan konflik atau sengketa hukum di kemudian hari.
Saat ini, seluruh pengelolaan aset masih berada di bawah koordinasi Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD). Namun menurut Ajeng, beban tersebut terlalu besar jika ditangani satu OPD saja. Pembentukan UPT atau BUMD khusus dinilai akan mempercepat pengambilan kebijakan dan pelaksanaan program.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
