Dahlan Iskan-Nany Widjaja Ditetapkan Tersangka Kasus Saham DNP, Kuasa Hukum Ungkap Kronologi Lengkap

Lukman Hakim
Kuasa hukum Nany Widjaja beberkan kronologi dugaan penggelapan saham PT DNP yang menyeret Dahlan Iskan. Data AHU ungkap fakta berbeda. Foto iNewsSurabay/lukman

SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan dan eks Direktur PT Jawa Pos, Nany Widjaja, resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penggelapan dan pemalsuan dokumen terkait kepemilikan saham di PT Dharma Nyata Pers (DNP) perusahaan media yang menaungi salah satu tabloid nasional ternama.

Namun, kuasa hukum Nany Widjaja menyebut penetapan tersebut prematur dan sarat kejanggalan. Mereka membeberkan kronologi lengkap hingga munculnya tuduhan yang kini menyeret dua tokoh senior media nasional ke pusaran hukum.

Menurut pengacara Nany Widjaja, Billy Handiwiyanto, kliennya secara sah membeli 72 lembar saham PT DNP pada 12 November 1998 senilai Rp648 juta dari Anjarani dan Ned Sakdani. Transaksi itu menggunakan pinjaman dari PT Jawa Pos, namun dilunasi melalui enam cek dalam kurun waktu enam bulan.

"Fakta ini jelas. Tidak ada tipu muslihat. Semuanya tercatat, dibayar lunas," tegas Billy.

Tak hanya itu, pada Desember 2018, Nany kembali melakukan penyetoran modal tambahan ke PT DNP menggunakan dana pribadi. Alhasil, komposisi saham berubah menjadi 264 lembar atas nama Nany Widjaja dan 88 lembar atas nama Dahlan Iskan — tidak ada nama PT Jawa Pos.

Masalah bermula pada tahun 2008 saat Dahlan Iskan meminta Nany menandatangani Akta Pernyataan Nomor 14, yang menyebut bahwa saham PT DNP adalah milik PT Jawa Pos. Menurut Billy, dokumen itu dibuat dalam rangka persiapan perusahaan untuk go public — yang akhirnya batal.

Namun setahun kemudian, akta itu dibatalkan secara resmi lewat Akta Nomor 65 Tahun 2009. "Jadi surat itu sudah tidak relevan secara hukum, dan Pak Dahlan sendiri menyatakan demikian dalam persidangan perdata," kata Billy.

Lebih lanjut, ia menyebut akta 2008 itu bertentangan dengan UU Penanaman Modal dan UU Perseroan Terbatas, yang melarang perjanjian kepemilikan saham atas nama pihak lain.

Hingga kini, data resmi dari Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM hanya mencatat dua nama pemegang saham di PT DNP: Nany Widjaja dan Dahlan Iskan. Nama PT Jawa Pos tidak pernah tercantum.

"Ini bukti kuat. Semua data formal tidak menyebut nama pelapor sebagai pemilik saham," tambah Billy.

Meski belum menerima surat resmi dari Polda Jatim, pihak kuasa hukum terkejut ketika mengetahui penetapan tersangka melalui media online. Bahkan, menurut Billy, dua kali pengajuan ahli dari pihak Nany tak direspons, sementara pihak pelapor sudah menghadirkan tiga ahli.

“Yang janggal, BAP Pak Dahlan pun belum tuntas, tapi kok tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka? Ini tidak sesuai prosedur,” tegas Billy.

Ia menyebut penetapan tersebut juga mengabaikan proses hukum yang tengah berjalan di pengadilan perdata, yang seharusnya didahulukan sebagaimana diatur dalam Perma No. 1 Tahun 1956.

Saat ini, Nany Widjaja tengah menggugat PT Jawa Pos di Pengadilan Negeri Surabaya untuk memperjelas status kepemilikan saham PT DNP. Kasus ini masih dalam tahap pembuktian, dan belum ada keputusan tetap dari pengadilan.

“Kami tidak pernah menolak proses hukum, tapi harus dilakukan secara adil dan sesuai tahapan,” tegas Billy.

Kuasa hukum PT Jawa Pos, Tonic Tangkau, membenarkan bahwa kliennya melaporkan dugaan penggelapan saham PT DNP dan bahwa Nany Widjaja sudah berstatus tersangka. Hal itu tertuang dalam SP2HP tertanggal 7 Juli 2025 dari Ditreskrimum Polda Jatim.

Namun, ia enggan mengomentari apakah Dahlan Iskan juga ikut menjadi tersangka. “Yang saya terima hanya atas nama Nany Widjaja,” ujarnya.

Meski begitu, Tonic menyebut pintu mediasi tetap terbuka. "Mereka masih punya hubungan keluarga. Kita tidak menutup kemungkinan untuk penyelesaian damai," katanya.

Terpisah, kuasa hukum Dahlan Iskan, Johanes Dipa, menegaskan bahwa kliennya tidak pernah menerima surat penetapan tersangka maupun panggilan dari penyidik.

"Nama Pak Dahlan tidak pernah disebut secara resmi. Isu ini hanya dimainkan oleh pihak-pihak yang ingin menggiring opini publik dan mengganggu proses gugatan perdata yang sedang berjalan," katanya.

Dipa juga menilai langkah pidana ini sarat tekanan non-hukum, mengingat proses PKPU juga sedang berlangsung di PN Surabaya.

Kisruh hukum antara Dahlan Iskan, Nany Widjaja, dan PT Jawa Pos kini memasuki babak baru dengan penetapan tersangka. Namun di balik tudingan pidana, tersimpan narasi panjang soal jual beli saham, akta yang dibatalkan, serta proses perdata yang belum usai.

Apakah ini murni persoalan hukum atau lebih kepada tarik-ulur kepemilikan media yang bernilai strategis? Jawabannya kini menanti pembuktian di ruang sidang — baik pidana maupun perdata.

 

Editor : Arif Ardliyanto

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network