Negara Hukum dan Wibawa Konstitusi
Dalam filosofi hukum tata negara, konstitusi bukan sekadar teks, tetapi kontrak luhur antara negara dan warganya. Ketika hak dasar warga dinegosiasikan dalam meja perundingan internasional, tanpa pelibatan rakyat melalui DPR, maka yang "dijual bukan hanya data", tapi wibawa konstitusi itu sendiri.
Sebagian mungkin berkata: ini bukan pelanggaran berat. Tetapi berapa juta data warga yang akan berpindah tangan? Siapa yang menjamin tak digunakan untuk profiling, iklan manipulatif, atau kepentingan geopolitik? Jika Presiden menyetujui semua itu tanpa basis hukum yang sah, maka bukan tidak mungkin, dalam konsekuensi politik tertingginya, ini bisa dikualifikasi sebagai pengabaian serius terhadap mandat konstitusional.
Sebagaimana disebut Pasal 7A UUD 1945, Presiden bisa diimpeachment bila melakukan “pengkhianatan terhadap negara” atau “pelanggaran hukum berat lainnya”. Apakah ini termasuk? Mungkin belum. Tapi dalam dinamika tata negara, "pengkhianatan terhadap rakyat" sering dimulai dari pelemahan hak-hak dasar yang dianggap sepele.
Pemerintah mungkin lupa, data pribadi bukan aset negara, melainkan milik individu. Negara hanya diberi amanat untuk melindunginya, bukan menawarkannya di meja perdagangan. Bagaimana Pendapat Anda?
Penulis:
Dr. Hufron., S.H., M.H.
Dosen Hukum Tata Negara Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
