Hadir dalam acara tersebut berbagai elemen pendukung partai seperti Komunitas Juang Merah Total (KJMT), divisi becak, dan Pro-Mega (ProMeg). Yordan memberi apresiasi tinggi pada mereka sebagai ‘penjaga api’ sejak masa-masa sulit PDIP.
“Tanpa kalian, sejarah ini tidak akan hidup. Kalian adalah nyala semangat yang tidak pernah padam,” katanya penuh penghargaan.
Dalam bagian akhir pidatonya, Yordan menyinggung tantangan besar yang dihadapi bangsa. Ia membandingkan posisi Indonesia dulu yang unggul atas negara tetangga, kini justru tertinggal secara kesejahteraan.
“Kita punya Bung Karno, Pancasila, dan sumber daya alam. Tapi kenapa rakyat masih menderita? Di sinilah tugas kita sebagai petugas partai,” tegasnya.
Ia menekankan pentingnya kebijakan publik yang benar-benar berpihak pada rakyat, sembari menyebut nama-nama seperti Adi Sutarwijono, Budi Leksono, hingga Wali Kota Eri Cahyadi sebagai barisan depan perjuangan di Surabaya.
“Kita ini bukan pejabat, kita ini petugas partai. Tugas kita bukan cari aman, tapi hadir di tengah rakyat dan beri solusi nyata,” serunya lantang.
Sebagai penutup acara, santunan diberikan kepada para anggota divisi becak Surabaya—simbol nyata keberpihakan kepada wong cilik.
Yordan pun menutup orasi dengan seruan reflektif:
“Tanya pada diri kita: apakah kita benar-benar sudah memperjuangkan rakyat sehebat-hebatnya? Jika belum, inilah saatnya kita koreksi. Jadikan Kudatuli bukan hanya peringatan, tapi momentum perubahan.”
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
