SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Kinerja 63 puskesmas di Kota Surabaya menjadi sorotan serius DPRD Kota Surabaya. Dalam rapat koordinasi yang digelar Komisi D DPRD Surabaya bersama seluruh kepala puskesmas, Selasa (4/11/2025), muncul sejumlah catatan penting terkait pelayanan kesehatan, termasuk kekurangan tenaga medis yang dinilai berdampak langsung pada kualitas layanan masyarakat.
Pertemuan yang dipimpin Wakil Ketua Komisi D, Luthfiyah, itu tidak hanya membahas evaluasi pelayanan kesehatan, tetapi juga penggunaan anggaran dari APBD dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Para kepala puskesmas diminta menjelaskan sejauh mana efektivitas anggaran dalam mendukung pelayanan di lapangan.
Anggota Komisi D, Imam Syafii, mengungkapkan bahwa hingga saat ini Surabaya masih kekurangan sekitar 50 dokter dan 80 perawat di berbagai puskesmas. Menurutnya, kondisi tersebut berpotensi menghambat pelayanan kepada masyarakat.
“Walaupun Dinas Kesehatan sudah mengusulkan penambahan tenaga medis ke pemerintah pusat, prosesnya tidak bisa cepat. Karena itu, puskesmas yang berstatus BLUD bisa menggunakan dana simpanan sementara untuk merekrut tenaga tambahan,” ujar Imam.
Ia menambahkan, sebagian puskesmas memiliki saldo BLUD cukup besar, bahkan ada yang mencapai Rp2 miliar. Dana tersebut, kata Imam, seharusnya bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan mendesak seperti renovasi ringan fasilitas atau penambahan tenaga medis, tanpa harus menunggu alokasi dari APBD.
Dalam rapat tersebut, Imam juga menyoroti belum meratanya informasi mengenai layanan BPJS gratis di setiap puskesmas. Ia meminta agar seluruh puskesmas memasang panduan layanan secara terbuka, sehingga masyarakat lebih mudah dalam mengurus kepesertaan maupun menonaktifkan BPJS.
Selain itu, Imam menyinggung soal pengadaan susu untuk balita berkebutuhan khusus yang tidak sesuai dengan resep dokter rujukan. “Kalau produk yang diberikan berbeda dengan resep dan berpotensi menimbulkan efek kesehatan, sebaiknya dibelikan susu sesuai rekomendasi dokter,” tegasnya.
Anggota Komisi D lainnya, dr. Michael Leksodimulyo, juga menyoroti ketimpangan pendapatan antar puskesmas. Ia menyebut, ada puskesmas yang mampu menghasilkan Rp5–6 miliar per tahun, seperti Puskesmas Sidotopo Wetan dan Simo Mulyo, sedangkan sebagian lainnya hanya sekitar Rp800 juta.
“Wilayah dan jumlah penduduk memang berpengaruh pada pendapatan. Namun kami tetap mengapresiasi puskesmas-puskesmas yang bisa berinovasi dan meningkatkan mutu layanan, terutama dalam pelayanan lansia dan kesehatan anak,” jelas Michael.
Wakil Ketua Komisi D, Luthfiyah, menegaskan bahwa pertemuan ini menjadi langkah awal untuk memetakan kemampuan keuangan tiap puskesmas di Surabaya.
“Kami ingin tahu berapa pendapatan, belanja, dan sisa lebih pembiayaan dari masing-masing puskesmas. Data ini penting agar kami bisa menentukan puskesmas mana yang perlu tambahan dukungan dari APBD,” ujarnya.
Ia menegaskan, Komisi D akan terus melakukan evaluasi berkelanjutan agar seluruh puskesmas di Kota Surabaya dapat beroperasi secara mandiri, efektif, dan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang optimal bagi masyarakat.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
