Kejati Jatim Ambil Alih, Tuntutan Kakek Masir Pencuri Burung Cendet di TN Baluran Turun Jadi 6 Bulan
SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur mengambil alih penuntutan perkara pidana dengan terdakwa Masir (71), kakek asal Situbondo yang didakwa mencuri lima ekor burung cendet di kawasan Taman Nasional (TN) Baluran.
Pengambilalihan penuntutan tersebut berdampak pada perubahan tuntutan. Dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Situbondo yang beragendakan pembacaan replik (jawaban atas pembelaaan dari kuasa hukum terdakwa), Jaksa Penuntut Umum (JPU) Huda Hazamal mengubah tuntutan terdakwa dari sebelumnya selama 2 tahun penjara menjadi hanya pidana penjara 6 bulan.
Dalam berkas repliknya, Huda menjelaskan, pembelaan kuasa hukum terdakwa tidak menyentuh fakta fakta secara keseluruhan. “Terdakwa terbukti memgambil lima ekor burung cendet dan itu dapat merusak ekosistem di kawasan hutan Taman Baluran," kata Huda dalam repliknya, Kamis (18/12/2025).
Akibat perbuatannya itu, terdakwa dijerat pasal 40 B ayat 2 huruf b jonto pasal 33 ayat 2 huruf G Undang-Undang (UU) Nomor 32 tahun 2024 tentang perubahan atas UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Dalam persidangan tersebut, JPU juga menyampaikan penetapan barang bukti. Satu unit sepeda motor protolan dan satu unit ponsel dikembalikan kepada terdakwa. “Sementara lima ekor burung cendet telah dilepasliarkan kembali ke kawasan Taman Nasional Baluran,” lanjutnya.
Sementara itu, Wakil Kepala Kejati Jatim Saiful Bahri Siregar menjelaskan pengambilalihan penuntutan dilakukan dengan mempertimbangkan asas futuristik seiring transisi berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional Nomor 1 Tahun 2023 yang mulai berlaku pada 2 Januari 2026, serta Undang-Undang Penyesuaian Pidana yang disahkan DPR pada 8 Desember 2025.
Menurutnya, regulasi baru tersebut bertujuan meningkatkan efektivitas penegakan hukum, melindungi hak asasi manusia, serta menyesuaikan hukum pidana dengan perkembangan zaman. “Termasuk di dalamnya menghilangkan pidana minimum khusus yang dinilai tidak lagi sesuai dengan rasa keadilan di masyarakat,” jelas Saiful.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait
