Ketua Kongres Advokat Indonesia (KAI) Surabaya ini menerangkan, dalam rekam medis pembanding yang diterimanya disebutkan bahwa dr Moestidjab memukul lapisan katarak terlalu keras sehingga tembus kebawah masuk ke kornea mata. Kemudian luka tersebut kemasukan luka dari katarak, ditutup pendarahan tanpa dibersihkan dengan alasan alat mereka belum lengkap kemudian dirujuklah ke rumah sakit Graha Amerta dengan alasan peralatan lebih lengkap.
“Ini menjadi bumerang bagi mereka, karena dua dalil tersebut berhasil saya patahkan. Saya katakan dengan bukti di internet bahwa mereka mengklaim peralatan klinik mereka terlengkap se-Asia Tenggara. Selain itu juga saya katakan kalau tidak ada pelanggaran dan operasi berjalan baik kenapa ada kebutaan? Yang didalilkan mereka ada sakit bawaan, contoh kencing manis, itu adalah nonsense. Sebab, sebelum melakukan operasi pasti sudah dilakukan pemeriksaan terlebih dahulu sampai beberapa hari diperiksa. Tidak mungkin seorang dokter yang sangat terkenal melakukan operasi tanpa melakukan chek up lengkap,” ujarnya.
Pengacara murah senyum ini menuturkan, dari hasil translit rekam medis Rumah Sakit di Australia disebutkan, prosedur awal dr Moestidjab memukul itu sudah salah. Kemudian juga merujuk ke Rumah Sakit di Malaysia, yang mana dalam surat rujukan disebutkan bahwa Tatok Perwanto datang ke dr Moestidjab dalam kondisi katarak yang sudah pecah atau sudah hancur.
“Itu sudah bohong, padahal kehancuran tersebut yang membikin ya dia. Harusnya dia menyatakan bahwa saya melakukan operasi dan saya gagal bukan malah memutarbalikkan kata. Dan ini diperkuat dengan putusan Mahkamah Agung yang menyatakan adanya perbuatan melawan hukum, ingat perbuatan melawan hukum lho ya bukan wan prestasi artinya ada dugaan malpraktek disini,” ungkap dia.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait