get app
inews
Aa Text
Read Next : Sempat Ditolak 13 Kali, Roy Jadi Wisudawan Berprestasi Unair

Legalisasi Ganja, Dokter FK UNAIR Sarankan Hal Ini

Rabu, 13 Juli 2022 | 19:52 WIB
header img
Ganja medis dapat berperan sebagai alternatif terapi atau pengobatan bagi beberapa penyakit. (Foto: Ali Masduki)

SURABAYA, iNews.id - Isu legalisasi ganja medis terus bergulir. Bahkan, legalisasi ganja saat ini sedang dalam tahap kajian di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

Menanggapi hal itu dokter Divisi Psikiatri Adiksi di Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK UNAIR) dr Soetjipto SpKJ (K) menyebut bahwa tidak perlu tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. 

“Sebagian negara mungkin sudah banyak yang melegalkan pemakaian ganja medis. Namun, belum dengan Indonesia. Karena perlu memperhatikan banyak faktor, misalnya terkait dengan Undang-Undang Narkotika,” katanya, Rabu (13/7/2022)

Menurut dokter Tjipto, Indonesia menetapkan ganja sebagai narkotika golongan satu. Artinya, ganja hanya boleh dipergunakan untuk penelitian. Ganja medis belum mendapat izin sebagai sarana pengobatan.

Berdasar hasil penelitian, ganja medis dapat berperan sebagai alternatif terapi atau pengobatan bagi beberapa penyakit. 

Di antaranya, glaukoma, osteoporosis, diabetes melitus, kanker, hipertensi, bahkan dapat mengatasi kejang bagi pasien cerebal palsy. 

Untuk itu, dr Tjipto menyarankan ganja medis dapat diturunkan golongannya menjadi narkotika golongan dua atau tiga agar dapat menjadi sarana terapi atau pengobatan.

“Meskipun nantinya boleh dapat bermanfaat sebagai obat, penggunaannya juga perlu pengawasan yang ketat. Jika ingin menggunakan harus melalui tenaga medis yang memang sudah terlatih. Jadi,  ketika sudah legal, tetap penggunaannya tidak bisa semena-mena,” terang dr Tjipto. 

Pengawasan penggunaan oleh tenaga medis juga dapat meminimalkan efek samping yang timbul. Tenaga medis dapat membantu mengawasi takaran atau dosis yang tepat penggunaan ganja medis bagi pasien. Sehingga ganja tersebut juga tidak akan salah guna dan menyebabkan kecanduan. 

“Kalau penduduk atau masyarakat di negara ini sudah kecanduan ganja semuanya, ini akan mengganggu stabilitas negara. Hal itu berkaca dari bangsa lain yang kacau karena bermula dari maraknya penyalahgunaan zat-zat psikoaktif tersebut. Untuk itu kalaupun ganja medis akan dilegalkan untuk terapi, pemerintah perlu membuat aturan yang melindungi masyarakat dari penyalahgunaan pemakaiannya,” jelasnya.

Beda Ganja Medis dan Ganja Rekreasional

“Ganja medis itu berbeda dengan ganja yang untuk bersenang-senang (ganja rekreasional, Red). Sehingga relatif akan aman juga untuk pengobatan,” tutur dr Tjipto.

Pada ganja medis terkandung zat cannabidinol (CBD) yang dapat menjadi obat untuk terapi bagi berbagai macam penyakit. 

Sedangkan ganja rekreasional memiliki kandungan tetrahidocannabinol (THC). Kandungan THC tersebut yang membuat penggunanya merasakan sensasi “high” atau “fly.”

“Selain itu pemakaian ganja rekreasional yang memang tidak ada pengawasan dari tim medis sehingga dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan. Misalnya infeksi paru-paru, serangan jantung, peradangan saluran pernafasan, lambat berpikir, hingga memicu munculnya gangguan bipolar,” pungkasnya.
 

Editor : Ali Masduki

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut