JAKARTA, iNews.id - Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat, Firman Soebagyo, menyoroti racana pemerintah dalam menaikkan tarif cukai rokok tahun depan.
Anggota Dewan dari Fraksi Golongan Karya tersebut menilai, manuver pemerintah yang hanya mengandalkan penerimaan negara dari tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) sangatlah tidak tepat.
“Memang UU APBN 2022 sudah diresmikan, tapi masih bisa kami perjuangkan untuk dibatalkan. Sebab kenaikkan tarif cukai memiliki efek domino yang buruk dan sudah terbukti sejak tahun 2019 ketika kenaikkan tarif cukainya sangat besar,” katanya, Rabu (17/11).
Seperti diketahui bahwa sejak awal 2021, IHT kembali dihantam kebijakan rata-rata kenaikan tarif cukai sebesar 12,5 persen.
Menurut Firman, kenaikan CHT berkelanjutan dan eksesif sangat berkontribusi terhadap kenaikan peredaran rokok ilegal. Hal itu dibuktikan dengan naiknya angka penindakan barang ilegal yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan justru meningkat.
Pada tahun 2019 saja, lanjut Firman, terdapat 21.062 penindakan dan meningkat pada tahun 2020 dengan total 21.964 penindakan. Bahkan hampir 50 persen dari total penindakan tersebut merupakan kasus rokok ilegal.
Firman yakin, tren penindakan juga akan terus meningkat pada tahun ini, di mana di penghujung Juli 2021 sudah terdapat lebih dari delapan ribu kasus penindakan rokok ilegal.
“Bahkan saya yakin lebih dari itu data-datanya (rokok ilegal), karena setiap saya kunjungan ke daerah pasti ada keluhan rokok ilegal. Pemerintah seharusnya lebih kreatif dalam membuat kebijakan dengan membuat sistem yang lebih komprehensif terhadap kelangsungan IHT,” terangnya.
Pakar Kebijakan Publik Universitas Padjadjaran, Mudiyati Rachmatunnisa, khawatir adanya kenaikan tarif cukai justru akan berdampak pada naiknya jumlah perokok aktif.
Untuk itu, Murdiyati berharap pemerintah lebih berhati-hati dalam memutuskan tarif efektif CHT untuk tahun depan. Karena aspek kesehatan belum tentu bisa digapai sesuai target karena ancaman peredaran rokok ilegal.
“Peredaran rokok ilegal harus betul-betul bisa ditekan dengan sebaik-baiknya. Rokok ilegal tidak jelas kandungannya. Selain itu harganya sangat murah. Fenomena ini tidak hanya dapat menggiring konsumsi perokok aktif ke produk yang lebih murah, tapi juga bisa menciptakan perokok aktif baru,” tegasnya.
Sementara Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Henry Najoan, juga berharap pemerintah akan mempertimbangkan kesulitan para produsen di tengah pandemi dengan tidak menaikkan tarif CHT untuk tahun depan.
Henry mengatakan, IHT menghadapi banyak sekali tekanan berat mengingat kebijakan akibat kenaikan tarif cukai yang dilakukan secara eksesif selama dua tahun ini yang menyebabkan industri mengalami kontraksi. Belum lagi ditambah dengan pandemi yang membuat daya beli terkuras.
“Kami berharap pemerintah bersimpati untuk tidak menaikkan CHT di tahun 2022 mendatang,” katanya.
Diketahui, setelah disahkannya Undang-undang Nomor 6 Tahun 2021 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2022, wacana pemerintah dalam menaikkan tarif cukai rokok tahun depan semakin mendekati kenyataan.
Dalam APBN 2022 tersebut target Cukai Hasil Tembakau (CHT) ditargetkan sebesar kurang lebih Rp 193 triliun atau naik sebesar 11,9 persen (Rp 20 triliun) dari target tahun ini.
Editor : Ali Masduki