SURABAYA, iNews.id - Pewarta Foto Indonesia (PFI) Kota Surabaya menggelar bedah buku berjudul 'IBU' di Universitas Hayam Wuruk Perbanas Surabaya, Jawa Timur, Rabu (22/12/2021).
Bedah buku yang bercerita tentang perjalanan Khofifah Indar Parawansa, karya fotografer Trisnadi Marjan dan jurnalis Fatimatuz Zahroh, tersebut untuk memperingati Hari Ibu.
Kegiatan tersebut ramai dihadiri insan pengiat fotografi dan juga para mahasiswa, juga turut hadir peserta bedah buku lewat virtual.
Trisnadi menyampaikan, foto-foto yang termuat disetiap lembaran buku merupakan kumpulan karya fotografi jurnalistik, selama ia bekerja sebagai fotografer profesional mendampingi sosok Khofifah Indar Parawansa.
Selama lebih dari 10 tahun pekerjaan itu, tak kurang ada sekitar 500 ribu frame foto yang telah ia hasilkan. Yang kemudian menurutnya sangat sayang jika hanya disimpan dalam leptop atau hard disk saja.
Secara khusus ia ingin agar karya foto itu bisa lebih bermanfaat bagi khalayak khususnya generasi muda.
Bahwa ada sosok dari Surabaya, Jawa Timur yang telah mendunia, yang bisa dijadikan figur panutan yaitu Khofifah Indar Parawansa.
"Dari niatan itu, saya kemudian berdiskusi dengan beberapa teman, untuk membulatkan tekad membukukan karya foto saya. Dengan harapan akan banyak yang belajar bagaimana seorang tokoh perempuan seperti Khofifah meniti karirnya hingga kini dua tahun memimpin Jawa Timur," tuturnya.
Ia kemudian menceritakan, bahwa proses kreatif dalam pembuatan buku IBU.
Diawali dengan pengalaman meliput dan memotret setiap langkah Khofifah, baik saat menjadi Menteri Sosial, saat kampanye Pilgub 2018 maupun selama menjabat sebagai Gubernur Jawa Timur.
Sosok yang kuat, pekerja keras, dan ikhlas menjadi karakter yang menurut Trisnadi menempel pada karakter seorang Khofifah.
"Yang saya ingat betul adalah saat memotret giat Ibu Khofifah bernegosiasi dengan aktivis GAM. Beliau tak ada takut takutnya. Perempuan, dan sendirian. Di sana ia bernegosiasi dengan mereka dan memastikan bahwa Aceh aman," tegasnya.
Begitu juga saat memotret langkah Khofifah di Puncak Jaya. Di wilayah genting kerusuhan, Khofifah nekat saja berangkat ke sana demi meninjau ketersediaan pangan dan juga menyebarkan semangat nasionalisme.
Jangankan gentar, ancaman medan alam yang terbilang terjal untuk dilalui pesawat capung, hingga ancaman tembakan para sniper tidak ia hiraukan. Padahal Trisnadi mengaku ia sendiri juga was was.
"Tapi ibu Khofifah selalu pesankan saya bahwa yang penting ikhlas. Kalau kita ikhlas, Allah yang akan menjaga kita," terangnya.
Di sisi lain, jurnalis Fatimatuz Zahroh juga menyampaikan hal senada. Ia menyebut bahwa mengapresiasi seorang Ibu tentu banyak caranya. Salah satunya dengan karya buku ini.
Menurutnya, sosok Khofifah layak dijadikan panutan dan inspirasi bagi para generasi muda untuk ingin mewakafkan jalan hidupnya untuk pergerakan, dan juga untuk bangsanya.
"Jadi buku ini menurut saya perpaduan yang harmoni, antara karya visual fotografi yang dipadukan dengan narasi jurnalistik. Dimana pesan buku ini bukan hanya sepak terjang dan kiprah seorang Khofifah, tapi juga bagaimana memiliki karakter seorang pemimpin. Semoga ini memberikan manfaat bagi anak-anak muda dan juga semua pembaca," pungkas jurnalis yang akrab disapa Ima ini.
Dalam kegiatan tersebut selain bedah buku, juga digelat sharing session oleh fotografer AFP Juni Kriswanto.
Bujang yang akrab disapa Kung, ini berbagi dengan generasi muda terkait produksi dan peliputan karya foto jurnalistik di kondisi bencana.
Sementara itu Ketua PFI Kota Surabaya, Suryanto, menyampaikan apresiasinya pada para narasumber yang telah menyempatkan hadir di bedah buku kali ini.
Menurutnya even ini sengaja digelar khusus untuk merayakan hari ibu melalui karya karya fotografi.
"Kegiatan seperti ini aktif kamk gelar. Sharing tentang karya karya fotografi, bagaimana tantangan kerja sebagai pewarta foto, dengan harapan anak-anak muda yang hobi foto juga bisa mendapat insight baru tentang fotografi khususnya jurnalistik," tandasnya.
Editor : Ali Masduki