get app
inews
Aa Text
Read Next : Bank Jatim Serahkan CSR Pengecatan Dinding Gor Sultan Abdul Kadirun Kepada Pemkab Bangkalan

Belanda Picu Pertempuran di Madura, Ini Ceritanya, Berawal dari Pengkhianatan

Selasa, 07 Maret 2023 | 07:57 WIB
header img
Belanda Picu Pertempuran di Madura, Ini terjadi karena adanya Pengkhianatan dari pasukan Belanda yang mengerahkan personel. Foto iNewsSurabaya/ist

SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Tak hanya Perundingan Linggardjati yang mereka langgar. Seruan gencatan senjata 4 Agustus 1947 pun tak dilaksanakan Belanda, mereka mengkhianati perjanjian yang dibuat, dan muncullah pertempuran di Madura

Padahal pemerintah Belanda sudah memaksa Gubernur Jenderal H.J. van Mook untuk menyerukan cease fire pada 4 Agustus 1947 mulai pukul 24.00. Gencatan itu lahir dari tekanan dunia internasional yang mengecam Agresi Militer I sejak 21 Juli 1947.

Sejatinya, pihak republik sendiri juga masih melakukan beberapa perlawanan di sejumlah daerah, sebelum pukul 24.00. Seperti perlawanan dari Divisi Siliwangi di Sumedang yang sudah pecah sedari 3 Agustus 1947.

Begitupun dengan para kombatan republik yang membendung manuver Brigade V Belanda yang ingin menguasai Kebumen. Pasukan Belanda pada saat gencatan diserukan, hanya mampu mencapai Gombong.

Tapi setelah seruan gencatan senjata diberlakukan 4 Agustus 68 tahun silam, masih ada saja aksi-aksi ‘koboi’ para serdadu Belanda, sebagaimana yang terjadi di Bangkalan dan Pamekasan, Madura.

Seperti dikutip dari ‘Kronik Revolusi Indonesia 1947’, Belanda baru menghentikan agresi mereka beberapa hari setelah seruan gencatan diberlakukan, lantaran bersikeras ingin menguasai Pulau Madura terlebih dahulu. Aksi penghabisan yang mereka sebut “gerakan pembersihan”

Setali tiga uang dengan yang terjadi di Jawa Barat. Agresi dengan kode “Operatie Product” itu masih dilancarkan Belanda beberapa pekan setelah gencatan, demi mengasai Banten hingga batas “Garis Van Mook” sepanjang Tegal-Purwokerto-Banyumas-Cilacap.

Tak lama setelah menyampaikan pengumuman gencatan senjata sesuai perintah pemerintah pusat Belanda, Van Mook sempat ingin meyakinkan para pejabat Belanda, agar meneruskan agresi hingga Yogyakarta yang kala itu jadi Ibu Kota republik.

Panglima Letjen Simon H. Spoor bahkan tetap memerintahkan pasukannya stand by. Kendati begitu, Den Haag tak kunjung mengirim jawaban soal usulan Van Mook tersebut.

Baru setelah itu, Spoor memerintahkan segenap pasukannya di Jawa Barat, Semarang, Madura, Medan, Palembang dan Padang, untuk menghentikan tembak-menembak.

Editor : Arif Ardliyanto

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut