PKPU adalah istilah yang sudah lazim didengar dalam dunia bisnis yang seringkali dilakukan oleh pelaku usaha. Tidak sedikit perusahaan yang mengalami kondisi tersebut hingga menyebabkan kerugian yang sangat besar. PKPU sendiri adalah singkatan dari Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Sama dengan Kepailitan/ Pailit, PKPU dipergunakan sebagai upaya penyelesaian masalah finansial oleh Debitor dan Kreditor. Kendati demikian masih banyak masyarakat umum yang belum mengetahui perbedaan yang mendasar antara PKPU dengan Kepailitan/ Pailit.
Apa yang dimaksud dengan PKPU?
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU Pasal 222 ayat (2) menyebutkan bahwa, “Debitor yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada Kreditor”
Secara sederhana PKPU adalah kesempatan bagi debitor untuk menawarkan cara penyelesaian utangnya untuk diputuskan oleh kreditornya. Dimana prinsipnya adalah untuk memperingan beban yang harus ditanggung oleh debitor sebagai akibat kesulitan keuangan dengan memberikan pengampunan atas utang-utangnya menjadi hapus atau merestrukturisasi utang tersebut sehingga debitor dapat memulai lagi usahanya tanpa dibebani utang-utang lama (fresh starting).
Apa yang dimaksud dengan Kapailitan/ Pailit?
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU Pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa, “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.”
Secara sederhana kepailitan adalah adanya putusan pailit dari pengadilan niaga yang selanjutnya semua harta kekayaan debitor dalam keadaan sita umum, untuk selanjutnya diurus dan dibereskan oleh kurator dan hasil pemberesannya dibagi-bagikan kepada para kreditor. Tujuan kepailitan adalah untuk melikuidasi harta debitor yang kemudian dibayarkan kepada para kreditor.
Perbedaan Mendasar Antara PKPU dan Kepailitan
Permohonan PKPU lebih didahulukan jika dibandingkan dengan kepailitan seperti yang dijelaskan oleh Pasal 229 ayat (3) dan ayat (4), Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
Pasal 229 ayat (3), “Apabila permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang diperiksa pada saat yang bersamaan, permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang harus diputuskan terlebih dahulu”.
Pasal 229 ayat (4), “Permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang yang diajukan setelah adanya permohonan pernyataan pailit yang diajukan terhadap Debitor, agar dapat diputus terlebih dahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), wajib diajukan pada siding pertama pemeriksaan permohonan pernyataan pailit”.
Prosedur permohonan PKPU dan Kepailitan
Dalam PKPU, langkah pertama adalah mengajukan permohonan PKPU kemudian adanya putusan PKPU Sementara. Setelah diputus PKPU maka harus dicatat pada lembaran negara serta diumumkan di dua surat kabar yaitu satu nasional dan satunya lokal. Lalu dilanjutkan rapat kreditor pertama, dimana distu membahas usulan perdamaian atau PKPU Tetap. Usulan perdamaian yang diajukan oleh debitor tersebut disetujui atau ditolak oleh para kreditor. Apabila disetujui maka ada perdamaian (homologasi) dan apabila ditolak maka akan dinyatakan pailit serta berlanjut ke proses kepailitan.
Dalam Kepailitan, langkah pertama adalah mengajukan permohonan pailit kemudian adanya putusan pernyataan paili. Setelah diputus pailit maka harus dicatat pada lembaran negara serta diumumkan di dua surat kabar yaitu satu nasional dan satunya lokal. Lalu dilanjutkan rapat kreditor kemudian pra verifikasi dan verifikasi. Dalam verifikasi tersebut menentukan untuk rencana perdamaian atau insolvensi. Apabila rencana perdamaian disetujui maka akan ada perdamaian (homologasi) dan apabila tidak disetujui maka akan dilanjutkan dengan pemberesan harta pailit lalu pembagian harta pailit dan pengakhiran kepailitan.
Perbedaan lama waktu putusan
Dalam PKPU, waktu maksimal yang diputuskan setelah permohonan diajukan oleh kreditor adalah paling lama 20 hari dan jika permohonan diajukan oleh debitor maka harus diputus dalam kurun waktu maksimal 3 hari. Atas putusan PKPU tidak ada upaya hukum apapun. Menurut Pasal 225 ayat (2) dan ayat (3), setelah diputus maka harus menunjuk satu atau lebih pengurus.
Dalam Kepailitan, permohonan akan diputus dalam kurun waktu maksimal 60 hari sesuai dengan Pasal 8 ayat (5). Atas putusan pailit dapat diajukan Kasasi dan PK (Peninjauan Kembali) dan diangkat satu orang atau lebih Kurator sesuai dengan Pasal 11, 14 dan 15.
Pengelolaan harta debitor
Pengelolaan harta debitor pada PKPU dan Kepailitan sangat berbeda. Pada PKPU, harta debitor akan diatur dengan Menyusun rencana ulang untuk membayar utang-utangnya. Sedangkan pada kepailitan, harta debitor digunakan untuk membayar seluruh utang-utang debitor.
Jangka waktu penyelesaian
Waktu yang diberikan untuk proses PKPU adalah tidak boleh melebihi 270 hari setelah putusan PKPU Sementara diucapkan sesuai dengan Pasal 288 ayat (6), Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Sedangkan waktu yang diberikan untuk proses Kepailitan tidak memiliki waktu tertentu untuk penyelesaian seluruh proses Kepailitan setelah diputuskannya pailit oleh pengadilan niaga. Hal ini tergantung dari peran serta kurator untuk menyelesaian dan membereskan harta pailit.
Akibat hukum setelah diputus PKPU dan pailit
Setelah diputus PKPU tidak ada upaya hukum apapun kemudian debitor kehilangan kebebasannya akan tetapi tetap berwenang (bevoegd) dan cakap (bekwaan) untuk menjalankan usahanya bersama-sama dengan pengurus. Debitor tidak dapat dipaksa untuk bayar utang karena semua utang debitor ditangguhkan, berlaku masa tenggang (grace period) untuk membayar utang dan debitor tetap berkewajiban membuat proposal perdamaian sesuai dengan kemampuannya untuk ditawarkan kepada kreditor tentang bagaimana cara pembayaran termasuk juga jangka waktu untuk menyelesaikan utang-utangnya.
Setelah diputus pailit bisa diajukan upaya hukum Kasasi dan PK (Peninjauan Kembali). Setelah debitor dinyatakan putus pailit maka sudah tidak berhak lagi atas harta kekayaannya. Berlakunya sita umum atas semua harta kekayaan debitor yang bernilai ekonomis/ diuangkan dan berada dibawah pengawasan kurator. Sita umum ini adalah bertujuan untuk membekukan kekuasaan debitor atas harta bendanya dan membekukan hak kreditor untuk mengeksekusi langsung harta debitor. Semua perikatan yang dilakukan setelah putusan pailit tidak mengikat harta pailit dan perikatan yang belum selesai maka berhenti kecuali dilanjutkan oleh kurator. Artinya semua perikatan debitor pailit yang dilakukan sesudah pernyataan pailit tidak dapat dibayar dari harta pailit kecuali bila perikatan-perikatan tersebut mendatangkan keuntungan bagi harta kekayaan itu.
Penulis : Oktavianto Prasongko, SH, M.Kn
Kantor Hukum Oktavianto & Associates
Jalan Patua Nomor 21-C, Kota Surabaya
Kontak telpon/ WhatsApp : 0877-2217-7999
Email : [email protected]
Editor : Arif Ardliyanto