Oleh karena itu, masuknya kalangan selebritas dalam ranah politik menjadi suatu manuver yang strategis dalam mendulang suara pemilih.
“Di sinilah titik temu antara dunia hiburan dengan politik yang keduanya sama-sama dibangun oleh napas popularitas. Jadi, saya rasa wajar saja karena sistem pemilu kita memperbolehkan,” ujar Hari.
Lebih lanjut, Hari mengatakan bahwa keterlibatan selebritas dalam ranah politik khususnya menjelang pemilu bukan merupakan fenomena baru. Dalam sejarah pemilu Indonesia, manuver-manuver politik semacam ini sudah sering terjadi.
“Kita lihat misalnya pada masa Orde Baru, Rhoma Irama sempat menjadi jubir (juru bicara) di PPP (Partai Persatuan Pembangunan). Saat itu, suara yang diperoleh partai tersebut terbilang signifikan. Bahkan, Partai Golkar sebagai kekuatan utama Orde Baru sampai melakukan pendekatan ke Rhoma agar mau bergabung ke Golkar,” jelasnya.
Berlanjut pada era Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) dan Joko Widodo, keterlibatan para selebritas sebagai pendulang suara juga semakin terlihat.
Bahkan, band sekaliber Slank secara terang-terangan menyatakan dukungannya pada Joko Widodo yang saat itu masih menjadi calon presiden.
Hal yang sama juga terjadi pada Pilkada DKI Jakarta 2017 lalu. Saat itu, komika bertitel Mr World Tour, Pandji Pragiwaksono juga terlibat sebagai juru bicara Anies Baswedan dan turut aktif dalam berkampanye.
Editor : Ali Masduki