SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 376 K/Pdt.Sus-Pailit/2023 tanggal 29 Maret 2023, telah mengakui adanya utang-utang PT Meratus pada PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line.
Terhadap hal ini, Tim Pengurus PT Meratus Line (Dalam PKPU) yaitu Bhoma Satriyo Anindito SH dan Aceng Aam Badruttaman, SH telah bersurat tertanggal 16 Juni 2023 memberitahukan kepada para pihak. Selain itu juga memuat di media massa tentang pengakhiran PKPU.
Salah satu kuasa hukum PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line Syaiful Ma’arif mengatakan, jelas dalam putusan MA ini adalah PT Meratus Line sudah tidak bisa berkelit lagi untuk mengakui memiliki utang ke PT Bahana Line sejumlah Rp42.574.750.417 dan utang ke PT Bahana Ocean Line sejumlah Rp 7.493.157.300. Totalnya sekitar Rp50 Miliar.
“Terhadap nasib utang yang telah sah ditetapkan pengurus tersebut, kami sudah kembali bersurat ada tanggal 5 dan 16 Juni lalu ke Meratus agar utangnya segera dibayar,” kata Syaiful saat dikonfirmasi media di Surabaya, Rabu (21/6/2023).
Terhadap dua kali surat dari PT Bahana Line tersebut, akhirnya melalui surat tertanggal 19 Juni dengan nomor 16-1/LO-YPP/MRTS/VI/2023, dijawab oleh PT Meratus Line melalui kuasa hukumnya dari YPP Partners yang intinya tetap menolak membayar utang-utangnya dengan alasan bahwa klausula perdamaiannya menunggu putusan perdata berkekuatan hukum tetap.
“Jika amar atau dictum bersifat menghukum (comdemnatoir) belum terpenuhi, dengan segala hormat klien kami belum dapat memenuhi permintaan pembayaran yang disampaikan oleh rekan kuasa hukum PT Bahana line dan PT Bahana Ocean Line, oleh karena tidak berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” jawab kuasa hukum PT Meratus secara tertulis yang ditandatangani Yudha Prasetya, SH dan Iwan Budisantoso, SH dkk.
Menanggapi sikap PT Meratus Line yang tetap enggan bayar utang tersebut, kuasa hukum PT Bahana Line Syaiful Ma’arif menyatakan kliennya akan berjuang mendapatkan haknya secara hukum. Fungsi dan hadirnya mekanisme hukum PKPU dan Pengadilan Niaga menurut Syaiful adalah untuk memperpendek urusan sengketa perdata.
“Nah ini sudah diselesaikan ke pengadilan niaga malah menunggu putusan perdata,” kata Syaiful.
Padahal, kata dia, gugatan perdata PT Meratus Line juga di PN Surabaya sudah tidak dapat diterima sejak awal dan juga di tingkat banding. Kasus sengketa perdatanya kini masih di tingkat kasasi. Meski demikian, pihaknya tetap akan berjuang agar hak hak kliennya bisa didapatkan melalui saluran hukum yang ada.
“Boleh saja menyiasati dan bersiasat dengan hukum, tetapi tidak bisa bersiasat dengan keadilan,” kata mantan aktivis GMNI yang juga ketua IKA FH Universitas Airlangga tersebut.
Editor : Ali Masduki