SURABAYA, iNews.id - Kementerian Dalam Negeri atau Kemendagri mendorong pemerintah daerah, baik provinsi, kabupaten atau kota agar segera membuat regulasi jaminan sosial program perlindungan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan bagi pekerja rentan seperti petani, pelaku umkm, tukang ojek, nelayan, Marbot Masjid, tukang sampah dan lainnya.
Hal itu untuk memastikan bahwa para pekerja sektor informal atau pekerja bukan penerima upah (BPU) tersebut menjadi peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan atau BPJamsostek.
Baca Juga :
Kemendagri Himbau Pemda hingga Tingkat Desa Segera Wujudkan Jaminan Sosial 1 Desa 100 Pekerja Rentan
Pekerja rentan merupakan pekerja sektor informal yang kondisi kerja mereka jauh dari nilai standar, memiliki risiko tinggi, dan berpenghasilan sangat minim. Selain itu juga rentan terhadap gejolak ekonomi dan tingkat kesejahteraan di bawah rata-rata.
Direktur Produk Hukum Daerah Kementerian Dalam Negeri, Makmur Marbun, menyebut bahwa upaya ini untuk memberikan perlindungan serta meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh pekerja dan keluarganya. Sehingga tidak ada lagi kemiskinan ekstrim di Indonesia.
"Karena regulasi ini masalah anggaran, makanya kita dorong regulasinya baik itu Perda ataupun Perkada," tuturnya usai Seminar dan Sosialisasi "Optimalisasi Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Melalui Dukungan dan Implementasi Regulasi Pemerintah Daerah di Provinsi Jawa Timur" di JW Marriott Hotel Surabaya, Jumat (23/6/2023). Kegiatan ini menghadirkan para pemangku kepentingan dari masing-masing kabupaten/kota di Jatim.
Pemerintah daerah dihimbau agar segera mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang regulasinya dimasukkan dalam Peraturan Gubernur (Pergub), Perda maupun Perkada.
Hal ini sekaligus mendukung Instruksi Presiden (Inpres) 02 Tahun 2021 tentang optimalisasi pelaksanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan dan untuk menjamin perlindungan kepada pekerja dalam program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek). Serta mendukung Inpres 04 Tahun 2022 tentang percepatan penurunan kemiskinan ekstrem.
Sejauh ini, kata Makmur, penganggaran asuransi jiwa bagi pekerja sektor informal di pemda masih banyak yang sebatas menggunakan Perjanjian Kerja Sama (PKS), belum ada regulasi atau kebijakan daerah khusus.
"Minimal ada peraturan daerah atau peraturan wali kota. Kita sudah membuat kemudahan atau prototype, bagaimana kabupaten kota atau provinsi mengatur peraturan dalam bentuk perda. Tentunya sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku," terangnya.
Untuk Jawa Timur, Kemendagri memberikan apresiasinya, karena sejumlah daerah di Jawa Timur yang sudah mendukung program tersebut melalui penganggaran dan regulasi.
Baca Juga :
7000 Petani Tembakau dan Buruh Rentan Ngawi Terima Kartu BPJS Ketenagakerjaan
Di Jatim sendiri sudah ada 22 kabupaten/kota menganggarkan asuransi jiwa BPJS Ketenagakerjaan bagi para pekerja rentan melalui pengalihan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT). Namun, belum ada peraturan Nupati/Walikota.
"Mereka masih menggunakan PKS sebagai dasar. Itu yang harus kita dorong minimal masuk ke Perkada maupun Perda," tegas Marbun.
Sementara itu Deputi Direktur Bidang Kepesertaan Korporasi dan Institusi BPJS Ketenagakerjaan, Muhyidin menjelaskan ada 4 hal dalam Inpres 02 Tahun 2021. Yaitu meliputi regulasi, coverage, anggaran dan integrasi. Di mana bagian penting untuk mendorong optimalisasi pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan adalah regulasi.
"Nah, ini yang coba kita dorong ke daerah. Sejauh mana daerah itu untuk memastikan perlindungan bagi pekerja baik sektor formal maupun informal," ungkapnya.
"Di Jatim sendiri ternyata sudah ada 22 regulasi. Macam-macam bentuknya. Ada Perda, Pergub, Perbup dan Perwali. Kita memastikan sejauh mana efektivitas dari peraturan-peraturan yang sudah dibuat. Bagi yang belum nanti kita dorong untuk bisa membuatnya," lanjut Muhyidin.
Ia mengatakan, secara nasional saat ini total 36 juta pekerja sudah terlindungi BPJS Ketenagakerjaan. Pemerintah menargetkan naik menjadi 43,6 juta penerima perlindungan BPJS Ketenagakerjaan hingga akhir 2023 mendatang.
"Jadi masih ada gap yang cukup besar, sehingga kita harus mendorong pemerintah daerah untuk memastikan seluruh pekerjanya terlindungi BPJS Ketenagakerjaan," ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Kanwil BPJS Ketenagakerjaan Jawa Timur, Hadi Purnomo mengungkapkan, sari 38 kabupaten dan kota di Jawa Timur, saat ini yang sudah merealisasikan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) untuk Asuransi Jiwa yakni kabupaten Lamongan.
Sebanyak 22 ribu pekerja rentan seperti petani dan buruh tani tembaku sudah dilindungi. Sedangkan di Kabupaten Ngawi, BPJS Ketenagakerjaan sudah melindungi 7.500 pekerja.
"Yang lain-lain sekarang dalam pembahasan. Anggaran itu ada yang bulan Juli sudah bisa cair ada yang September-Oktober karena sudah tahun berjalan, dia menganggarkan di anggaran perubahan," ujarnya.
Baca Juga :
Lindungi Pekerja Rentan, BPJamsostek: Pemerintah Daerah Harus Turun Tangan
BPJS Ketenagakerjaan memberikan kelonggaran jangka waktu pembayaran. Pemerintah daerah ada yang memilih periode tiga bulan maupun enam bulan.
"Pada awal-awal yang penting pemerintah daerah menunjukkan kepedulian sehingga tahun depan harapannya sudah dianggarkan satu tahun," kata Hadi.
Selain APBD seperti di Malang dan DBH CHT seperti di Lamongan dan Ngawi, sumber pendanaan untuk iuran BPJamsostek juga bisa bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) seperti di Gresik.
Kemudian juga pemanfaatan SiLPA atau sisa hasil anggaran tahun lalu sebagai iuran premi BPJS Ketenagakerjaan.
"Ini merupakan langkah sharing untuk melindungi pekerja rentan," ungkap Hadi menambahkan.
Baca Juga :
Pengurus Kampung di Surabaya Terlindungi Program BPJAMSOSTEK
Ia menargetkan pemerintah daerah bisa mengcover sekitar 50 persen pekerja sektor informal.
"Mudah-mudahan 2024 bisa tercapai karena sekarang masih 27 persenan dan ini kita dorong termasuk di pemerintah provinsi untuk tenaga kerja yang lintas kabupaten/kota supaya provinsi yang nanggung. Mudah-mudahan gubernur segera merealisasikan," ucapnya.
Sampai saat ini total peserta BPJS Ketenagakerjaan pekerja sektor informal di Jatim sejumlah 500 ribu orang.
"Harapan kita di tahun ini 1 juta pekerja sektor informal sudah terlindungi. Jadi target kita bisa naik 100 persen," kata Hadi.
Ia menuturkan, BPJS Ketenagakerjaan seharusnya menjadi prioritas pemerintah untuk perlindungan bagi pekerja rentan. Karena tanpa dukungan pemerintah mereka akan sangat sulit untuk mendapatkan perlindungan.
Perlu diketahui, BPJamsostek merupakan bentuk perlindungan sosial ekonomi bagi para pekerja, baik pekerja formal atau pekerja informal. BPJamsostek ini sangat penting, mendasar, dan pastinya sangat bermanfaat karena manfaatnya jumlahnya sangat besar dibanding iuran yang dibayarkan.
Sejumlah manfaat program BPJamsostek diantaranya perawatan dan pengobatan tanpa batasan biaya, santunan kematian akibat kecelakaan kerja sampai dengan Rp224 juta, santunan jaminan kematian sampai dengan Rp216 juta, bantuan beasiswa pendidikan 2 anak sampai kuliah dan penghasilan yang hilang selama masa pengobatan dan diganti seratus persen dari Jamsostek.
Editor : Ali Masduki