Sebagaimana Ibnu Hajar dalam kitab Tuhfatul Muhtaj mengatakan:
قِيلَ يَحْسُنُ تَرْكُهُ لَيْلَةَ أَوَّل الشَّهْرِ وَوَسَطِهِ وَآخِرِهِ لِمَا قِيلَ إنَّ الشَّيْطَانَ يَحْضُرُهُ فِيهِنَّ وَيُرَدُّ بِأَنَّ ذَلِكَ لَمْ يَثْبُتْ فِيهِ شَيْءٌ وَبِفَرْضِهِ الذِّكْرُ الْوَارِدُ يَمْنَعُهُ
“Makruh bagi seseorang berhubungan badan di tiga malam tiap bulannya, yaitu awal bulan, pertengahan bulan, dan akhir bulan’, dikatakan bahwa syaitan hadir jima pada malam-malam ini, dan dikatakan bahwa syaitan-syaitan itu berjimak di malam-malam tersebut.” (Ittihaf Sadat al-Muttaqin Syarh Ihya 'Ulumiddin, Juz. 6 h. 175).
Meski demikian larangan berhubungan intim hanya sampai makruh dan tidak haram. Larangan ini bertujuan supaya umat Islam memperbanyak ibadah, melakukan amalan solih, dan muhasabah diri.
Malam 1 Suro merupakan malam mustajab. Dimana pada malam ini segala doa akan diijabah. Untuk itu umat Islam disarankan memperbanyak dzikir dan berdoa.
Namun, sebagian membantah pernyataan tersebut. Jika didasarkan pada ilmu fiqih, melakukan hubungan intim di malam 1 Suro adalah mubah. Kecuali pada situasi tertentu seperti haid atau sedang berhaji, umroh, puasa dan lainnya.
"Dalil kami untuk menanggapi argumentasi semua pendapat di atas adalah seperti yang dikemukakan Ibnu al-Mundzir bahwa berhubungan badan hukumnya boleh karena itu kita tidak bisa melarang dan memakruhkannya tanpa dalil. (Al-Majmu' Juz. 2, h. 241).
Editor : Arif Ardliyanto