SURABAYA, iNews.id – Kabar gawat datang menyergap Jakarta. Pesawat Garuda Indonesia nomor penerbangan 206 yang bertolak dari Bandara Talangbetutu, Palembang menuju Polonia, Medan dikuasai kelompok teroris, 28 Maret 1981. Sebuah operasi pembebasan dibentuk, salah satunya melibatkan prajurit Baret Merah berjuluk Bima.
Pesawat DC-9 Woyla itu sebelumnya terbang dari Jakarta pukul 08.00 WIB, transit di Palembang. Kelompok radikal yang menamakan diri Komando Jihad di bawah pimpinan Imran bin Muhammad Zein membajak pesawat itu. Kesemuanya berlima, menyamar sebagai penumpang.
“Pesawat yang seharusnya menuju Bandara Polonia mengubah arah menuju Bandara Bayan Lepas, Penang, Malaysia. Dari Malaysia, pesawat mendarat di Bandara Don Mueang, Thailand, pukul 17.15,” tulis buku ‘Kopassus untuk Indonesia: Profesionalisme Prajurit Kopassus’ karya Iwan Santosa dan EA Natanegara, dikutip Minggu (16/1/2021).
Informasi pembajakan cepat sampai di Jakarta. Asintel Hankam Letjen TNI LB Moerdani yang berada di Ambon bersama Menhankam/Pangab Jenderal TNI M Jusuf dan petinggi ABRI lainnya, segera diperintahkan kembali ke Jakarta.
Di Markas Kopassandha (kini Kopassus), Letkol Sinton Panjaitan diinstruksikan oleh Danjen Mayjen TNI Yogie S Memet untuk bersiap-siap melakukan operasi pembebasan. Gerak cepat dilakukan. Kopassandha membentuk tim khusus untuk menangani peristiwa besar yang baru pertama kali terjadi dalam sejarah Indonesia: pembajakan pesawat.
Editor : Arif Ardliyanto