Deni berlaga sebagai caleg DPRD Jatim Dapil Jatim IX meliputi Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Ngawi, Magetan. Budiman maju sebagai caleg DPR RI di Dapil Jatim VII, juga meliputi Ponorogo, Trenggalek, Magetan, Ngawi, dan Pacitan. Bedanya, Budiman tak mampu merebut hati rakyat sehingga gagal lolos ke DPR RI. Adapun Deni sukses melaju ke DPRD Jatim meskipun itu pengalaman pemilu pertama baginya. “Saya cukup faham bagaimana Mas Budiman, karena hampir setahun berinteraksi penuh selama proses kampanya Pemilu tahun 2019 dulu.” Ujar Deni.
Deni menambahkan, aksi Budiman yang playing victim dilakukan untuk menuai simpati publik. Tetapi kini publik sudah cerdas, karena setiap pilihan politik tentu membawa konsekuensi. Publik justru menilai Budiman sebagai sosok yang plin-plan.
“Publik juga menyesalkan Budiman membawa narasi sebagai seorang nasionalis-Soekarnois mendukung kubu tertentu. Publik membatin, seorang nasionalis-Soekarnois dalam situasi Pilpres, tidak akan mungkin mendukung sosok yang menggunakan politik identitas yang memecah belah rakyat pada Pilpres 2014 dan Pilpres 2019,” ujar Deni.
“Publik juga membatin, seorang nasionalis-Soekarnois dalam situasi Pilpres, tidak akan mungkin mendukung sosok yang dulu menghalalkan kekerasan untuk meredam perlawanan rakyat di masa Orde Baru,” imbuh Deni.
Apalagi, lanjut Deni, Budiman adalah aktivis yang dulu dikenal idealis dan menentang kesewenang-wenangan Orde Baru di mana Prabowo Subianto menjadi bagian di dalamnya. “Justru kehadiran Budiman yang loncat ke kubu Prabowo membangkitkan kesadaran publik tentang pentingnya menjaga idealisme dan integritas, tidak mengorbankan hal yang paling berharga itu, mungkin demi untuk kepentingan sesaat misalnya transaksi finansial,” jelas Deni.
Editor : Arif Ardliyanto