SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Calon presiden (capres) yang diusung Partai Perindo, Ganjar Pranowo menegaskan bahwa transisi energi akan menjadi prioritas pemerintahan Indonesia ke depan. Upaya pengembangan energi baru terbarukan (EBT) akan terus digenjot sebagai upaya melindungi bumi dari ancaman kerusakan lingkungan.
"Kita butuh transisi energi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang sangat besar dan menyelamatkan lingkungan. Kalau hanya mengandalkan energi fosil, itu tidak akan cukup. Dan kita akan menikmati kerusakan lingkungan yang lebih parah," katanya, Selasa (19/9/2023).
Saat ini saja dampak dari penggunaan energi fosil sudah terjadi. Isu pencemaran udara di wilayah Jakarta misalnya, disebabkan karena penggunaan energi yang tidak ramah lingkungan.
"Kita harus cepat beralih ke energi ramah lingkungan. Maka program saya ke depan mewujudkan green energy and blue energy," jelasnya.
Selain untuk melindungi lingkungan, penggunaan energi baru terbarukan, lanjut Ganjar, penting untuk mencukupi kebutuhan energi nasional. Jika hanya mengandalkan energi fosil saja, maka kebutuhan energi tidak akan pernah tercukupi.
"Dan potensinya kita punya banyak, tapi sampai sekarang belum bisa berjalan. Sebenarnya itu sangat bisa, tinggal seberapa serius kita menuju ke sana," tegasnya.
Butuh pemimpin yang memiliki leadership yang kuat untuk mewujudkan itu. Sebab, dibutuhkan keputusan politik agar cita-cita transisi energi di Indonesia bisa berjalan.
"Kadang saya gemas, ketemu Dirjennya dan tanya soal EBT sampai mana, dijawab belum Pak Ganjar. Padahal Dirjennya sudah sering diganti, tapi keputusan energinya belum juga ganti," ucapnya.
Selain soal transisi energi, dalam acara kuliah kebangsaan itu Ganjar menyampaikan sejumlah gagasannya untuk memajukan Indonesia. Ia menyampaikan adanya fondasi yang harus dikerjakan agar Indonesia benar-benar bisa menjadi negara maju.
Pertama, menurut Ganjar adalah meningkatkan anggaran negara hingga dua kali lipat. Kedua, dengan digitalisasi sistem pemerintahan, dan yang ketiga dengan pemberantasan korupsi.
Editor : Arif Ardliyanto