Ia mengatakan, hal yang demikian pun bisa saja terjadi besok, lusa, minggu depan, atau bulan depan pada oknum-oknum petinggi partai lain adalah sesuatu yang lumrah untuk merebut kekuasaan.
Momen menjelang pilres 2024 adalah bagaimana strategi mematikan kawan jika memang harus dimatikan dan bagaimana merayu lawan demi satu tujuan bersama untuk merebut kekuasaan.
"Memang, ada orang yang betul-betul setia dan tulus berteman. Tanpa pertimbangan dan bebas dari kepentingan. Tetapi, menjelang pilpres 2024, kebanyakan berteman hanya karena situasi dan kepentingan tertentu. Berteman karena kepentingan sangat familiar terjadi di dunia politik," ungkapnya.
Marianus melanjutkan, banyak orang mengatakan jika relasi dalam di dunia politik itu tidak ada teman abadi. Tidak heran beberapa waktu lalu banyak politikus yang lompat dari satu parpol ke parpol lainnya. Karena motif utamanya adalah faktor sedapnya kekuasaan.
Dalam minggu ini, Partai Demokrat mendapat "tamparan" politik yang sangat dahsyat dari Nasdem dan PKB. Pada moment yang sama pula PKB menjatuhkan "talak" politik terhadap Perindo, Golkar, serta PAN.
Kemesraan berpolitik ternyata begitu cepat berlalu. Sehingga, masyarakat terutama kaum milenial yang secara alamiah akan melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan bangsa ini ke depan bertanya dalam sanubarinya dimana "doktrin" nilai- nilai politik praktis yang santun, beradab, bermoral dan penuh kejujuran yang dapat dihibahkan kepada generasi milenial?
Protret buram perpolitikan tanah air yang sarat dengan intrik pribadi, kelompok, penuh ketidakjujuran serta keegoisan akan terus tumbuh subur dan menjadi warisan nyata bagi generasi milenial.
"Pemimpin dan pengurus parpol wajib bertanggung jawab atas turbelensi moral politik saat ini," tutup Marianus.
Editor : Ali Masduki