Oleh sebab itu, dia bersama tokoh nasional lainnya ingin mencegah agar krisis kepercayaan terhadap sesama tidak semakin parah, sehingga bangsa ini bisa menempuh perjalanan lebih lama.
“Terutama menjelang pemilihan umum dan pemilihan presiden, yang menurut saya makin mencemaskan, karena aturan bersama mulai dibongkar-bongkar, bahkan dirusak. Terjadinya skandal, skandal saya sebut, di Mahkamah Konstitusi menunjukkan itu,” ucapnya.
“Belum lagi nanti saya dengar pemaksaan penutupan saluran suara dan sebagainya. Kalau itu terjadi, pilpres yang akan datang itu bisa tegang. Mestinya ada yang menang, tapi kemenangan itu kemenangan yang kosong. Karena yang menang sebenarnya itu kalau ada legitimasi, bukan hanya legalitas. Artinya diterima masuk akal dan masuk sesuai dengan hati nurani. Ini yang mungkin tidak terjadi. Siapapun yang menang akan cacat,” katanya.
GM mengatakan, kemenangan uang cacat tersebut akan terbawa terus sehingga politik di Indoensia tidak akan pernah berlangung dengan sehat. Maka dari itu, ia bersama tokoh nasional lainnya, melakukan pertemuan untuk urun rembug, supaya hal tersebut tidak berlarut-larut.
“Tapi paling tidak seperti kata Gus Mus, mengingatkan, menasihati, ya menasihati kata yang sombong. Untuk mengingatkan, bukan hanya pada yang berkuasa, sebenarnya saya tidak pernah mengingatkan kepada yang berkuasa, tapi pada sesama kita. Nah ni tujuan kami datang ke Rembang dan khusus tadi menganjurkan lebih diperluas lagi pertahuan begini,” imbuhnya.
Sementara itu, Koordinator Pertemuan Majelis Permusyawaratan Rembang Alif Iman Nurlambang mengatakan, mereka sowan ke tempat Gus Mus selain silaturahmi, juga untuk menyampaikan beberapa hal mengenai situasi yang sedang berkembang saat ini.
“Kalau mengutip puisi Gus Mus kan kita tengah menghadapi satu materi dengan rasa yang berbeda, termasuk materi republik dengan rasa kerajaan, kan kira-kira begitu,” katanya.
Ia mengatakan, puisi yang dibawakan oleh Gus Mus beberapa waktu lalu menjadi satu sinyal bagi banyak orang. Gus Mus sebagai budayawan di banyak pertemuan, ceramah dan diskusi, selalu menyebutkan bahwa rasanya sudah waktunya di Indonesia ini kebudayaan yang menjadi panglima.
Dalam pertemuan bersama dengan Gus Mus pada hari itu, ada dua garis besar yang dibahas. Antara lain mengenai keprihatianan terhadap situasi nasional saat ini.
“Yang pertama, saya mengutip kalimat Gus Mus, memberikan nasihat kepada kekuasaan, kepada elite-elite politik, bahwa apa yang sudah berlangsung itu melukai perasaan kita semua walaupun kata-kata melukai belakangan kan sering disebut sebagai sok drama, sok sinetron, kebanyakan drakor tapi itulah yang perlu dilakukan oleh para budayawan, tokoh-tokoh lintas agama, iman dan keyakinan kemudian juga para pembela-pembela demokrasi, pejuang-pejuang hak asasi manusia juga termasuk mereka yang bekerja di ruang-ruang anti korupsi,” katanya.
Yang kedua, lanjut Alif, Gus Mus menganjurkan agar pertemuan-pertemuan semacam ini terus dilakukan untuk menyerukan kepada seluruh masyarakat Indonesia. Dia mengatakan, masyarakat harus bisa memahami situasi Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja.
“Kalau kita boleh ngutip istilah Pak Jokowi sendiri adalah Indonesia sedang tidak baik-baik saja karena itu nasihat-nasihat penting disampaikan juga kepada warga negara agar situasi tetap bisa adem kekecewaan bisa disalurkan melalui saluran-saluran demokratis sehingga sama-sama memperingatkan agar penguasa juga eling,” imbuhnya.
Hadir dalam pertemuan di kediaman Ahmad Mustofa Bisri itu antara lain Antonius Benny Susetyo, Erry Riyana Hardjapamekas, Goenawan Mohamad, Lukman Hakim Saifuddin dan Omi Komaria Madjid.
Editor : Arif Ardliyanto