Sementara itu, aktivis dan pengamat politik Ray Rangkuti mengatakan laporan KIPP kepada Bawaslu adalah hal yang wajar dan pasti untuk dilakukan demi mengembalikan prinsip tertib aturan, kepastian hukum, keadilan, dan kejujuran dalam pelaksanan pemilu.
“Dua pasangan calon diperlakukan dengan pasal PKPU 19, tapi satu pasangan calon diperlakukan dengan PKPU 23, gitu lo kira-kira. Kan aneh itu, itu intinya gitu. Nah di sini lah, KIPP mencari kepastian. Kita mau pake yang mana sebenarnya. Kalau KPU yakin awalnya tanpa mengubah PKPU bisa proses ini dilaksanakan sesuai dengan keputusan MK, mengapa mereka ubah di tengah jalan. Tapi kalau mereka nggak yakin, mengapa mereka terima pendaftaran Gibran,” katanya.
Menurut Ray, jika KPU tidak tertib hukum dan tidak tertib aturan akan berimplikasi besar ke depannya. Sebab, aturan akan diubah seenaknya sesuai dengan peristiwa.
Ia mencontohkan, misalnya pada saat proses penghitungan suara ada sesuatu yang dianggap tidak cepat, bukan peristiwanya yang dikoreksi namun aturannya yang akan diubah.
“Seperti yang sekarang kan ada peristiwa baru, bukan peristiwanya yang beradaptasi dengan aturan, tetapi aturannya yang diubah untuk sesuai dengan peristiwa yang terjadi gitu loh. Dan ini bukan barang baru, kita udah tahu di beberapa kali di era Pak Jokowi ini aturan diubah karena peristiwa, untuk beradaptasi dengan peristiwa,” jelasnya.
Pendiri Lingkar Madani ini juga mengaku kecewa dengan kinerja Bawaslu yang terkesan tebang pilih dalam memproses laporan. Sementara, pada saat bersamaan Bawaslu selalu mengajak masyarakat agar aktif ikut mengawasi jalannya pemilu.
“Lalu ngapain kita suruh-suruh masyarakat, kita ajak-ajak, kita rayu-rayu untuk ikut partisipasi. Kalau kemudian diperlakukan dengan cara begitu, ini KIPP loh ya. Bukan pribadi saya, pribadi kita-kita di sini, bisa jadi lebih diabaikan lagi. Ini KIPP lembaga resmi terdaftar, bahkan juga terdaftar sebagai lembaga pemantau di Bawaslu, cara ngadapinya begini,” ujarnya.
Editor : Ali Masduki