SURABAYA, iNewsSurabaya.id - World Health Organization (WHO) melarang penggunaan vape atau rokok perasa. Sontak pernyataan tersebut menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat.
Menurut WHO, rokok perasa atau vape menimbulkan dampak yang lebih parah pada kesehatan paru-paru daripada rokok konvensional.
Menanggapi persoalan tersebut, Pakar Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga, dr Arief Bakhtiar SpP(K) FAPSR turut buka suara. Ia menyetujui atas pernyataan WHO untuk melarang penggunaan rokok perasa atau vape.
Dokter Arief mengatakan, awal mula vape diciptakan memang sebagai pengganti rokok konvensional. Ia menambahkan, meski dianggap lebih aman daripada rokok konvensional, nyatanya sama sama menimbulkan dampak kerusakan dan peradangan pada paru-paru
“Meskipun bergantinya asap ke uap dinilai lebih aman, namun organ paru-paru tidak dapat toleransi akan hal tersebut. Lama kelamaan juga akan menimbulkan kerusakan bagi tubuh manusia,” ujarnya.
Alumnus FK UNAIR itu menyebut, belum adanya penelitian mendalam mengenai dampak vape. Namun, telah dilakukan penelitian dan riset kecil-kecilan di Indonesia terkait dampak vape bagi organ paru-paru.
Penelitian tersebut menggunakan tikus sebagai media untuk membuktikan dampak asap rokok konvensional dan asap vape. Keduanya menunjukkan bahwa sama-sama menimbulkan kerusakan dan peradangan pada paru-paru tikus.
“Meskipun belum ada penelitian yang mendalam, ada baiknya kita untuk mengurangi penggunaan rokok konvensional maupun vape. Karena lebih baik mencegah daripada mengobati,” imbaunya.
Editor : Ali Masduki