Rapat yang dihadiri hanya sebagian anggota pembina yayasan tersebut malah memutuskan memberhentikan pengurus dan pengawas. Para pembina yang hadir kemudian membentuk susunan pengurus baru.
Namun anehnya, para pembina kemudian mengirimkan surat ucapan terima kasih atas dedikasi dan jasa dari Ketua dan pengawas yang diberhentikan secara mendadak.
“Pemberhentian tersebut tidak memiliki dasar dan tidak tercatat alasannya sehingga merupakan perbuatan melawan hukum,” katanya.
Sebaliknya, selama masa kepengurusannya, penggugat telah melaksanakan berbagai kegiatan Yayasan. Salah satunya, aktif dalam memberikan santunan bagi masyarakat terdampak Covid-19.
Selain itu, kegiatan yayasan lainnya adalah arisan. Pada 2019 lalu, sejumlah anggota hendak mencairkan arisan yang masih berjalan. Penggugat bahkan yang menalanginya dengan dana pribadinya.
Majelis hakim dalam putusannya menyatakan, Akta Nomor 2 tertanggal 10 Oktober 2018 pernyataan keputusan rapat tentang susunan pengurus yang lama sah dan mengikat.
Sebaliknya, akta Nomor 4 tertanggal 4 November 2020 tentang berita acara rapat luar biasa pembina yayasan tentang pemberhentian penggugat dinyatakan tidak sah dan cacat hukum.
“Menyatakan, para tergugat telah melakukan perbuatan melanggar hukum sebagaimana Pasal 1365 KUHPerdata Jo. Pasal 1366 KUHPerdata,” ucapnya.
Para tergugat dihukum untuk meminta maaf kepada penggugat yang dimuat dalam media cetak nasional selama tiga hari berturut-turut.
Selain itu, para tergugat juga dihukum untuk menyelenggarakan rapat luar biasa pembina lagi yang membahas pengangkatan kembali Tjokro sebagai ketua yayasan dan Hartanto sebagai pengawas. Hasil rapat itu harus dicatatkan ke dalam perubahan database yayasan.
Editor : Ali Masduki