SURABAYA, iNewsSurabaya.id – Mahasiswa Tugas Akhir Program Studi Desain Manajemen Produk Fakultas Industri Kreatif Universitas Surabaya (Ubaya), Alicia Secsionia Chandana, membuat produk set alat makan yang diberi nama Tactus.
Inovasi ini bertujuan untuk mempermudah anak-anak disabilitas netra makan dengan mandiri. Penggunaan Tactus didemonstrasikan kepada salah satu siswa tuna netra dari SLB A YPAB Surabaya, Locita Aulia Hadi Azzahra pada Rabu (3/4/2024).
Satu set produk Tactus atau alat makan tunanetra ini terdiri dari piring, sendok, dan garpu. Uniknya, alat makan ini dilengkapi oleh huruf braille yang berfungsi sebagai tanda alat makan dan jenis makanan.
Alicia mengatakan, pembuatan inovasi ini dilatarbelakangi jumlah penyandang disabilitas netra yang semakin banyak di Indonesia dan menjadi perhatian.
“Keterbatasan ini membuat mereka tidak dapat beraktivitas secara mandiri terutama saat kegiatan makan, terlebih jika penyandang berusia anak-anak. Oleh karena itu, Tactus hadir untuk melatih anak-anak disabilitas netra sejak dini dalam aktivitas makan agar nantinya mereka dapat makan secara mandiri,” jelasnya.
Tactus diproduksi dengan material kayu jati yang kokoh dan tahan lama. Piring Tactus memiliki diameter 20cm dan tinggi 5cm, sementara sendok dan garpunya memiliki panjang 12cm dan tebal 2cm.
Pada sisi luar piring terdapat huruf braille sebagai penanda jenis makanan seperti lauk, sayur, nasi, dan buah. Sehingga pengguna dapat mengetahui letak makanan tanpa harus menyentuhnya secara langsung. Huruf braille juga terletak pada pegangan sendok dan garpu sebagai penanda nama alat makan agar tidak tertukar.
Selain itu, produk ini juga dibuat dengan memenuhi standar food grade sehingga aman untuk makanan.
Lulusan SMA Stella Maris itu menyebut, pembuatan Tactus dimulai sejak dirinya menempuh semester 5.
Proses dimulai dari pengembangan ide, brainstorming, sketsa, studi model, proses produksi, hingga branding produk.
Seluruh proses ini membutuhkan total waktu sekitar satu tahun. Namun untuk pembuatan produknya sendiri membutuhkan waktu sekitar dua bulan.
Alicia mengungkapkan, tantangan terbesar dalam inovasi ini adalah mencari pengrajin yang bisa membantu mewujudkan produk sesuai desain.
Banyak ditemukan pengrajin yang bisa membuat alat makan, namun sulit menemukan pengrajin yang bisa memahat huruf braille di permukaan produk.
“Setelah beberapa kali sempat berpindah-pindah pengrajin, akhirnya menemukan pengrajin yang mampu dan syukurlah produk dapat diselesaikan dengan baik,” ujarnya.
Ia berharap, inovasi Tactus tak hanya dapat membantu anak-anak disabilitas netra di Indonesia dalam meningkatkan kemandirian aktivitas makan, namun juga dapat mengedukasi masyarakat Indonesia untuk menghilangkan pandangan buruk terhadap penyandang disabilitas netra.
Ia juga berharap, produk Tactus dapat dikenal oleh seluruh masyarakat Indonesia hingga mancanegara.
Editor : Ali Masduki