SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Langkah tegas Inspektorat Jenderal (Irjen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam mengusut indikasi pelanggaran administratif di Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah VII mendapatkan sorotan luas dan dukungan dari berbagai pihak. Penyelidikan ini dimulai dari terungkapnya fakta mencengangkan yang termuat dalam surat keputusan Kemendikbudristek mengenai jabatan strategis di LLDIKTI wilayah VII Jawa Timur.
Surat bernomor 40453/MPK.A/KP.07.00/2022 itu menyatakan posisi Kepala LLDIKTI Wilayah VII kosong dan harus diisi melalui seleksi terbuka. Berdasarkan rekomendasi Komisi Aparatur Sipil Negara, Prof. Dr. Dyah Sawitri, SE., MM., dinyatakan memenuhi syarat untuk menduduki posisi tersebut, namun dengan satu syarat mutlak, ia harus menanggalkan jabatan Profesor.
Yang mengejutkan, meskipun surat tersebut jelas menginstruksikan agar jabatan akademik dilepaskan, Prof. Dyah Sawitri tetap mempertahankan gelar Guru Besarnya hingga 2024. Lebih dari itu, ia masih aktif berperan sebagai asesor, menilai calon profesor, yang seharusnya dilarang keras oleh aturan yang telah dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan, Nadiem Anwar Makarim.
Fakta ini menciptakan tanda tanya besar dan menjadi bahan bakar bagi Irjen Kemendikbudristek untuk menggali lebih dalam dugaan penyimpangan dalam pengangkatan Profesor di Indonesia.
Mantan Kepala LLDikti Wilayah VII, Prof Dr Ir Suprapto DEA, pun angkat bicara. Ia menyatakan bahwa prosedur tersebut tidak hanya berlaku di LLDikti Wilayah VII, tetapi juga di seluruh tingkat kementerian.
"Dalam struktur pemerintahan, tugas dan kewajiban akademik seperti dosen dan guru besar harus dikesampingkan. Termasuk menjadi asesor, itu secara prinsip tidak bisa dilakukan, karena asesor haruslah seorang dosen aktif," tegasnya.
Wewenang besar yang dimiliki Kepala LLDikti dalam memberikan rekomendasi kenaikan jabatan akademik dosen, membuat kebijakan ini menjadi sangat krusial.
"Kepala LLDikti berwenang menyetujui rekomendasi pengajuan guru besar setelah diproses oleh tim asesor di Penetapan Angka Kredit (PAK)," tambah Prof. Suprapto.
Editor : Arif Ardliyanto