PAMEKASAN, iNewsSurabaya.id - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muslimat NU yang juga Gubernur Jawa Timur periode 2019-2024 Khofifah Indar Parawansa meluncurkan Maskot IPNU IPPNU dan Kick Off Hari Santri Nasional (HSN) di Lapangan Pegantenan, Kabupaten Pamekasan, Madura, Jawa Timur, Minggu (22/9/2024).
Dalam kesempatan ini, ia menekankan bahwa NU memiliki peran besar dalam mewujudkan, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia. Sehingga HSN menjadi momentum untuk mengisi kembali semangat untuk terus menjaga dan menjaga persatuan dan keutuhan bangsa.
“Bapak Presiden Jokowi sempat menelepon saya tepat tiga hari sebelum dilantik pada periode pertama. Beliau menyampaikan Hari Santri akan disiapkan Keppres atau Perpres sebagai payung hukum, dan kemudian menanyakan hari santri dimulai pada 1 Muharrom atau tanggal lain,” kata Khofifah.
“Bahwa saya termasuk yang diamanahi untuk menyiapkan payung hukum Hari Santri Nasional. Kemudian saya dengan Pak Pratik yang sekarang Mensesneg saling bertukar email untuk menyiapkan draf yang bisa direkomendasikan pada Bapak Jokowi saat itu sebelum beliau dilantik sebagai presiden di tahun 2014,” imbuhnya.
Tokoh Nahdliyin Inspiratif versi Forkom Jurnalis Nahdliyin itu menjelaskan bahwa perumusan HSN saat itu juga tidak sesederhana yang bisa dilihat. Akan tetapi ada yang sempat meragukan dan kesulitan untuk mencari bukti catatan sejarah bahwa yang berjuang saat peristiwa tewasnya AWS Mallaby itu adalah dari kalangan santri.
“Ada yang bilang, pada peristiwa itu santrinya hanya 16 orang. Ini menjadi hal penting menurut saya bahwa ternyata banyak yang ingin menghilangkan sejarah peran NU dalam meraih kemerdekaan dan kemudian mempertahankan kemerdekaan,” kata Khofifah. Karena itu sejarah NU yang berjuang habis-habisan untuk meraih dan mempertahankan kemerdekaan harus dikuatkan dan terus di-remain.
Terutama ketika Hadratusy Syekh KH. Hasyim Asy’ari mengomandani kiai dan santri dan mengeluarkan fatwa 'Resolusi Jihad' pada 22 Oktober 1945. Resolusi Jihad ini berisi kewajiban bagi setiap orang atau fardhu ain untuk berjihad mempertahankan Kemerdekaan Indonesia dengan melawan penjajah yang masih berada di Indonesia.
“Itulah mengapa pasukan yang turun dalam agresi militer yang kemudian puncaknya di Surabaya itu adalah pasukan santri, dan para pengasuh pesantren,” ujarnya.
Editor : Ali Masduki