SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur menetapkan tiga orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan pemberian fasilitas kredit oleh sebuah Bank BUMN di Jember. Ketiganya diduga terlibat dalam penyalahgunaan kredit melalui Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Mitra Usaha Mandiri Semboro (MUMS) dari tahun 2021 hingga 2023.
Para tersangka yang kini mendekam di tahanan adalah Ketua KSP MUMS, Saptadi (SD), Manager KSP MUMS, Ika Anjarsari Ningrum (IAN), serta MFH, Kepala Cabang Bank BUMN Jember periode 2018-2023. Kerugian negara akibat praktik korupsi ini ditaksir mencapai Rp125 miliar.
"Penyidik sudah melakukan penahanan terhadap ketiga tersangka untuk 20 hari ke depan, mulai 9 Oktober hingga 28 Oktober 2024 di Rutan Kelas I Surabaya," ungkap Kepala Kejati Jatim, Mia Amiati, dalam konferensi pers, Rabu (9/10/2024).
Kasus ini bermula ketika Bank BUMN Kantor Cabang Jember menyetujui permohonan fasilitas kredit BWU yang diajukan oleh KSP MUMS atas nama petani tebu di wilayah Jember dan Bondowoso. Kredit tersebut seharusnya disalurkan hanya kepada petani tebu yang bermitra dengan Pabrik Gula Semboro, sesuai dengan kontrak giling dan Surat Keterangan Kelolaan lahan tebu dalam bentuk Rencana Kerja Usaha (RKU).
Namun, temuan kejaksaan menunjukkan ada manipulasi data yang sangat masif. "Banyak petani tebu yang namanya digunakan dalam pengajuan kredit, ternyata tidak memiliki lahan kelolaan tebu dan bahkan bukan petani tebu sama sekali," jelas Mia.
Pengurus KSP MUMS menggunakan data palsu dan meminjam identitas orang lain untuk mendapatkan persetujuan kredit.
Meski berbagai ketidakberesan terungkap, tersangka MFH, yang menjabat sebagai Kepala Cabang Bank BUMN Jember saat itu, tetap memberikan lampu hijau untuk pencairan kredit. Hal ini dilakukan meskipun rekomendasi yang seharusnya dikeluarkan oleh Pabrik Gula Semboro justru dibuat dan ditandatangani oleh pengurus KSP MUMS sendiri, bukan pihak yang berwenang.
Bahkan, sebagian besar tanda tangan dalam dokumen RKU dipalsukan. Identitas para debitur fiktif yang digunakan dalam pengajuan kredit juga memanfaatkan KTP orang lain. Setelah kredit cair, dana ditarik dari rekening debitur dan dikendalikan oleh para pengurus KSP MUMS tanpa sepengetahuan debitur.
Para petani yang dipinjam identitasnya untuk pengajuan kredit hanya menerima sejumlah kecil uang tunai, berkisar antara Rp500 ribu hingga Rp1 juta, sementara mereka tidak mendapatkan buku tabungan maupun kartu ATM. Mereka sama sekali tidak mengetahui bahwa namanya digunakan dalam transaksi pencairan kredit bernilai miliaran rupiah.
Modus yang digunakan para tersangka dikenal sebagai kredit topengan dan kredit tempilan. Kredit topengan adalah kredit yang diajukan atas nama orang lain, namun uangnya dikuasai oleh pihak yang bukan debitur. Sedangkan kredit tempilan adalah kredit yang sebagian dana digunakan oleh debitur, dan sebagian lainnya oleh pihak lain yang tidak berhak.
Atas tindakan mereka, ketiga tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat 1 juncto pasal 3 dan pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta pasal 55 ayat 1 KUHP.
Editor : Arif Ardliyanto