Kondisi geopolitik dunia memanas melalui konflik antara Rusia dan Ukraina. Dosen Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, Dr. Tomy Michael, S.H., M.H. membahas konflik dari sisi hukum internasional.
“Secara hukum, peperangan dapat dimandatkan oleh PBB atau dalam rangka membela diri,” sebutnya.
Menurut Dosen Fakultas Hukum Untag Surabaya yang menjabat Kepala Publikasi dan HKI LPPM ini menyebutkan bahwa, Putin tidak pernah sekalipun mendeklarasikan istilah perang atau invasi namun lebih mempertahankan negaranya.
“Secara ilmiah, konflik terjadi karena Rusia masih terkenang era Nicholas II of Russia yang wilayahnya amat besar, sehingga Putin ingin mengambil kembali wilayah negaranya. Jadi mari menjauhkan diri dari makna aneksasi (pencaplokan wilayah),” jelasnya.
Tomy menyebutkan bahwa Indonesia harus aktif dalam menyuarakan perdamaian dan dirinya tidak setuju dengan diamnya Presiden Joko Widodo sebagai kepala negara. “Ketika Presiden Jokowi mengatakan ‘Stop Perang’ di media sosialnya, maka hal itu bijaksana karena mengacu Pasal 2 ayat (3) Charter of the United Nations and Statute of the International Court of Justice bahwa negara wajib menyelesaikan apapun secara damai karena kepentingan internasional akan terganggu,” paparnya. Tomy menegaskan bahwa Indonesia tetap harus punya pendirian dan mempertimbangkan segala keuntungannya. “Presiden Joko Widodo wajib berkata stop perang sesuai cuitan (media sosial)nya dengan menelpon langsung kedua pemimpin negara,” ungkapnya.
Sementara itu, Guru Besar Administrasi Publik, Prof. Dr. Agus Sukristyanto, MS. setuju dengan pernyataan Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati terkait dampak konflik yang perlu diwaspadai oleh Indonesia karena dapat berdampak geopolitik baik secara politik maupun ekonomi.
“Untuk Indonesia, karena faktor jarak maka secara politik tidak berdampak, mengingat konflik melibatkan dua negara di Eropa Timur,” paparnya saat ditemui di Kantor FISIP Untag Surabaya.
Dalam menyikapi konflik tersebut, Prof Agus menyampaikan, Indonesia berperan sesusai dengan politik luar negeri yang bebas dan aktif tanpa memihak. “Kita bisa berkontribusi pada perdamaian dunia. Dengan kekuatan negosiasi, hubungan historis kita dekat dengan Rusia saat zaman Soekarno, itu bisa dimanfaatkan,” ujarnya.
Menurut Prof. Agus, peranan negara dalam meredakan konflik turut ditentukan oleh pemimpin. “Secara regional maupun internasional (perdamaian) bisa disuarakan. Presiden sebagai pemimpin G20 bisa disuarakan disitu, lewat ASEAN juga bisa disuarakan,” lanjutnya.
Dosen yang menjabat Ketua Prodi Magister Administrasi Publik Untag Surabaya ini juga mengkritisi mengenai adanya ketidakstabilan politik berdampak pada nilai ekonomi. “Terbukti pada konflik yang melibatkan banyak negara akan berimbas pada ekonomi. Misalnya terjadi fluktuasi, mata uang terdegradasi. Kurs mata dolar akan mengalami fluktuasi,” ujarnya.
Ditemui di tempat terpisah Dr. Slamet Riyadi, M.Si., Ak., CA. menyoroti dampak konflik dari sektor ekonomi. Senada dengan Prof. Agus, Slamet setuju bahwa konflik tersebut berdampak luas. “Bicara masyarakat dunia maka setiap kebijakan yang diberikan akan berdampak baik dari sisi ekonomi, politik maupun kebijakan yang lain. Tak hanya fluktuasi mata uang, Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis ini menyebutkan, transaksi ekspor impor dapat terganggu. “Namun selama transaksi ekspor impor tidak melibatkan Indonesia maka sepanjang itu pula kondisi Indonesia aman,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Slamet berharap Indonesia tak berfokus pada dampak negatif dari konflik. Menurutnya, kreativitas pemerintah dituntut untuk pengembangan dan melindungi masyarakat. Indonesia diuntungkan dengan masyarakat yang ramah produktif dan kreatif pula sehingga masih mungkin untuk survive. Dampak konflik, pasti didapatkan, namun antisipasi menjadi prioritas. “Yang bisa dilakukan Indonesia adalah memberdayakan UMKM, itu pilihan yang tepat karena UMKM dari masyarakat lalu pengelola dan pengembangan pun dari kita untuk kemaslahatan kita sendiri. UMKM perlu dikembangkan untuk menjadi lebih besar,” tutupnya.
Editor : Arif Ardliyanto