Dalam persidangan, ahli pidana yang dihadirkan menyebutkan bahwa kasus ini lebih layak dikategorikan sebagai perkara perdata. “Jika hanya ada perpindahan uang, itu tidak serta merta menjadi tindak pidana. Tapi hakim justru menyatakan klien kami melakukan perbuatan melawan hukum. Ini keliru,” lanjut Michael.
Selain itu, Michael menyoroti tidak adanya bukti kuat yang menunjukkan mens rea (niat jahat) dalam kasus ini. Ia mengingatkan bahwa untuk memenuhi unsur tindak pidana, harus ada mens rea dan actus reus (tindakan fisik). “Perkara ini murni perdata. Kami berharap Pengadilan Tinggi dapat melihat hal ini secara objektif dan membebaskan Herman,” pungkasnya.
Sebelumnya, pada 16 Desember 2024, majelis hakim PN Mojokerto yang diketuai Ida Ayu Sri Adriyanthi Astuti Widja memvonis Herman dengan hukuman tiga tahun penjara. Herman dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 374 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) tentang Penggelapan dengan Pemberatan.
Kasus ini menjadi ujian serius bagi sistem peradilan. Apakah fakta baru yang diungkapkan dalam banding akan mengubah arah perkara ini? Semua mata kini tertuju pada Pengadilan Tinggi.
Editor : Arif Ardliyanto