Kasus Oplosan Pertamax-Pertalite: Legislator PDI Perjuangan Desak Audit Transparan Pertamina

JOMBANG, iNEWSSURABAYA.ID – Insiden dugaan oplosan Pertamax dan Pertalite kembali menuai sorotan publik. Legislator PDI Perjuangan, Sadarestuwati, mendesak Pertamina, Pemerintah, dan Kejaksaan Agung untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap proses pengadaan BBM bersubsidi Pertalite RON 90 dan Pertamax RON 92.
Menurutnya, audit ini harus dilakukan secara transparan guna mengembalikan kepercayaan publik yang tengah terguncang, terutama setelah mencuatnya kasus mega korupsi senilai Rp 193,7 triliun yang sedang ditangani Kejaksaan Agung.
Sadarestuwati menyoroti bahwa dugaan korupsi di tubuh Pertamina bukan hal baru. Ia bahkan mengungkapkan bahwa nilai kerugian negara sebesar Rp 193,7 triliun tersebut hanya merupakan perhitungan dalam satu tahun, bukan total kerugian selama periode 2018-2023.
“Kami mendengar bahwa angka tersebut baru mencerminkan satu tahun saja. Artinya, ada indikasi bahwa penyelenggaraan BBM ini sudah jauh melenceng dari tujuan awalnya,” ujar anggota Komisi VI DPR RI ini, Sabtu (1/3/2025).
Ia menegaskan bahwa seharusnya Pertamina berperan dalam menghadirkan BBM murah dan berkualitas demi kesejahteraan rakyat. Namun, realitanya justru sebaliknya.
"Ini bukan hanya merugikan rakyat, tapi juga menunjukkan betapa kacaunya tata kelola BBM di Indonesia. Sampai muncul lelucon di masyarakat bahwa Pertamax adalah 'Pertalite yang nggak antre'. Jangan salahkan rakyat kalau kepercayaan mereka runtuh dan akhirnya marah," lanjutnya.
Sebagai respons atas polemik ini, Komisi VI DPR RI berencana memanggil Pertamina untuk mencari solusi yang lebih jelas dan bersih. Sadarestuwati juga menyinggung kemungkinan bahwa kasus ini hanyalah puncak gunung es dari persoalan yang lebih besar.
"Coba dihitung, ada berapa konsumen pabrikan mobil dan bengkel yang mengadu terkait isu 'Pertalite yang nggak antre' ini? Korbannya adalah masyarakat. Kami juga akan meminta Badan Perlindungan Konsumen turun tangan agar penyelesaian masalah ini lebih komprehensif," tegasnya.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa audit dan penyelidikan terhadap pengadaan BBM harus dilakukan dengan transparansi penuh serta tanpa intervensi kepentingan tertentu.
“Rakyat sudah mencium adanya unsur nepotisme dalam kasus ini. Mereka tahu, tapi banyak yang memilih diam karena takut bersuara,” tandasnya.
Sadarestuwati menegaskan bahwa Pertamina harus memberikan penjelasan sejelas-jelasnya kepada publik. Ia mengaku menerima banyak keluhan dari masyarakat, baik secara langsung maupun melalui media sosial, terkait kualitas BBM yang mereka beli.
“Banyak yang mengaku setelah menggunakan Pertamax, tarikan gas kendaraannya terasa kurang lancar. Awalnya dianggap sepele, tapi kalau terus-menerus terjadi, wajar kalau masyarakat kecewa dan mulai beralih ke SPBU lain,” jelas politisi yang akrab disapa Mbak Estu ini.
Ia pun berharap ada langkah konkret dari pemerintah dan pihak terkait untuk segera menyelesaikan permasalahan ini demi kepentingan masyarakat luas.
"Jangan sampai rakyat yang sudah membeli BBM non-subsidi malah diperlakukan seperti ini. Kepercayaan publik harus dipulihkan!" pungkasnya.
Editor : Arif Ardliyanto