Perbedaan pengertian ini tidak bisa dilihat sebagai perbedaan semantik semata, tapi merupakan perbedaan cara pandang, dan dengan demikian adalah bentuk pergeseran budaya. Dengan menyebut negara kepulauan, maka laut dilihat sebagai masalah, sebagai penghalang, bukan lagi sebagai fokus utama maupun sebagai potensi serta ruang sosial serta kultural yang utuh yang memungkinkan kita membangun kehidupan baru, budaya baru.
Sebaliknya, dengan sebutan negara kelautan, maka orientasi arah pandang kita mengacu pada laut sebagai potensi, sebagai ruang kehidupan baru. Kekeliruan penerjemahan tak dinyana memiliki implikasi yang sangat besar.
Dalam khazanah sastra kita, bisa ditemukan beberapa petunjuk perlawanan sia-sia terhadap amnesia laut tersebut. Laut adalah “tujuan biru” menurut Chairil Anwar. Menurutnya, biru adalah warna untuk menggambarkan sesuatu yang jauh. Seperti halnya gunung yang tinggi dan langit yang luas, maka biru laut memberi makna buat sebuah ruang tak terjangkau.
Demikianlah, sebelum peralatan navigasi modern ditemukan, maka batas laut hanyalah ombak yang tak terhitung, langit yang tak berujung dan gemintang yang memenuhi cakrawala. Kita tak pernah tahu apa yang ada di seberang sana, selain biru: tujuan biru, katanya lagi.
Editor : Arif Ardliyanto