Begini Cara Surabaya Atasi Kenakalan Anak, Beda Dengan Jawa Barat!
Isa juga menyoroti pentingnya peran aktif masyarakat dalam mendukung keberhasilan program ini. Ia mengimbau agar RT, RW, Kader Surabaya Hebat (KSH), serta para tokoh masyarakat aktif menelusuri keberadaan anak-anak yang memerlukan bantuan khusus, terutama di wilayah padat penduduk.
Salah satu langkah konkret yang didorong adalah memaksimalkan pemanfaatan layanan call center seperti SAPA 129 dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PUSPAGA), agar masyarakat bisa lebih mudah melaporkan persoalan anak yang mereka hadapi.
“Langkah jemput bola adalah bentuk nyata kehadiran negara di tengah masyarakat. Kita harus peka, cepat, dan peduli terhadap anak-anak yang sedang kehilangan arah,” tegasnya.
Dalam penanganan anak-anak bermasalah, Isa menekankan bahwa pendekatan yang digunakan adalah intervensi berbasis cinta dan perlindungan, bukan hukuman. Negara, menurutnya, wajib hadir untuk menyelamatkan anak-anak ini demi masa depan mereka.
“Menempatkan mereka di asrama bukan bentuk penghukuman, melainkan bentuk kasih sayang dan tanggung jawab negara. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 21 yang mengatur perlindungan khusus terhadap anak yang mengalami masalah sosial,” ujarnya.
Isa juga menyampaikan apresiasi atas langkah berani Kota Surabaya dalam mengembangkan RIAS. Namun, ia mengingatkan bahwa perjuangan ini masih panjang. Ia mendorong agar Pemkot Surabaya meningkatkan anggaran, menambah jumlah pengasuh profesional, memperluas cakupan wilayah program, dan terus menyempurnakan standar layanan pembinaan.
“Di era penuh tantangan ini, menyelamatkan satu anak dari jurang kehancuran sama artinya dengan menyelamatkan masa depan bangsa. Surabaya hari ini tidak hanya membangun jalan dan gedung, tetapi sedang membangun peradaban. Dan RIAS adalah salah satu fondasi pentingnya,” pungkas Isa.
Editor : Arif Ardliyanto