Menurut Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, sebagian ulama Syafi’iyah berpendapat tidak wajibnya mengqadha bagi orang yang berjima’ ini diambil dari keumuman sabda Rasulullah SAW dalam sebagian riwayat hadis berbunyi: مَنْ أَفْطَرَ فِيْ شَهْرِ رَمَضَانَ, karena berbuka lebih umum dari sekadar makan, minum atau jima’ saja.
Serta qiyas (analogi) pada hukum orang yang lupa makan dan minum pada siang Ramadhan. Sebagaimana pandangan Ibnu Al Mulaqin.
Menurutnya, jima’ (berhubungan suami istri) pada siang hari pada bulan Ramadhan karena lupa, sama seperti makan karena lupa. Ini adalah pendapat para sahabat kami (madzhab Syafi’iyah).
Hal ini ditunjukkan oleh hadis di atas: Barangsiapa yang berbuka di bulan Ramadhan karena lupa, maka tidak ada kewajiban mengqadha dan tidak ada kewajiban kafarat. Karena, jika kita berpendapat puasanya sah, maka tidak ada kafarat.
Membayar Kafarat
Selanjutnya, dari hadis di atas ada kewajiban membayar kafarat bagi orang yang mempergauli istrinya pada siang hari bulan Ramadhan.
Imam An Nawawi dalam Syarhu Muslim menyatakan, mazhab kami dan mazhab para ulama menyatakan wajibnya kafarat atasnya, jika berjima’ dengan sengaja.
Begitu pula Imam Taqiyuddin Ibnu Daqiq Al ‘Id menyatakan, mayoritas umat Islam berpendapat wajibnya kafarat dengan sebab merusakkan puasa dengan jima’ secara sengaja, dan sebagian orang menukilkan pendapat, bahwa kafarat tidak wajib dan ini pendapat yang syadz (aneh).
Kafarat (denda)nya adalah melakukan salah satu dari tiga jenis yang telah ditentukan tersebut, yaitu membebaskan budak, berpuasa dua bulan berturut-turut dan memberi makan enam puluh orang miskin.
Editor : Ali Masduki