Selain mempermudah transaksi, penggunaan sistem keuangan digital juga dinilai mampu menekan risiko peredaran uang palsu yang kerap menyasar pelaku UMKM. Dengan berkurangnya transaksi tunai, potensi kerugian pun bisa diminimalisir.
“Sekarang ini marak uang palsu, dan UMKM sering jadi sasaran. Transaksi digital bisa menjadi solusi karena keamanannya lebih tinggi,” tegasnya.
Meski demikian, Sadarestuwati mengingatkan bahwa digitalisasi juga memiliki tantangan. Kurangnya kewaspadaan dalam bertransaksi bisa membuka celah kejahatan siber, termasuk penipuan menggunakan QRIS palsu.
“Sudah banyak kasus QRIS di toko diganti dengan milik pelaku kejahatan. Jadi, pelaku UMKM harus tetap waspada dan memahami cara transaksi yang aman,” pesannya.
Sebagai langkah antisipasi, ia mendorong perbankan untuk memberikan alat EDC resmi kepada para pedagang. Dengan begitu, QRIS yang digunakan dapat dipastikan keamanannya dan meminimalkan risiko penipuan.
“Kalau QRIS keluar dari alat EDC resmi, keamanannya lebih terjamin,” lanjutnya.
Menutup kegiatan tersebut, Sadarestuwati menegaskan bahwa kemajuan zaman tidak boleh meninggalkan masyarakat kecil. Pemerintah dan perbankan, kata dia, harus hadir bersama memastikan akses keuangan formal bisa dirasakan hingga pelosok desa.
“Kesejahteraan bukan hanya untuk masyarakat perkotaan. UMKM di daerah juga harus merasakan kemudahan dan perlindungan dalam mengakses layanan keuangan,” pungkasnya.
Editor : Arif Ardliyanto