Kisah Pilu Nenek Elina Picu Reaksi Keras Pemuda Surabaya, Arek Suroboyo Bersatu Tolak Provokasi Suku
Cak Eri—sapaan akrab Wali Kota Surabaya—juga menyayangkan insiden perusakan rumah yang menimpa seorang nenek justru berkembang menjadi isu sensitif yang berpotensi memecah warga. Ia menegaskan, Surabaya adalah kota hukum, sehingga setiap persoalan harus diselesaikan melalui jalur hukum, bukan dengan kekerasan atau main hakim sendiri.
Dalam kesempatan tersebut, ia mengapresiasi langkah cepat kepolisian yang berhasil menangkap pelaku perusakan. Hal itu, menurutnya, menjadi bukti bahwa penegakan hukum berjalan dan negara hadir melindungi warganya.
Untuk mencegah kejadian serupa terulang, Pemkot Surabaya akan segera membentuk Satgas Anti Premanisme yang melibatkan unsur TNI, Polri, Kejaksaan, serta para tokoh dan pemimpin suku di Kota Surabaya.
“Hari ini tidak ada lagi premanisme di Surabaya. Kita harus berani melawan premanisme, tapi dengan hukum yang berjalan,” kata Cak Eri.
Ia juga mengajak seluruh elemen masyarakat, khususnya pemuda, terlibat aktif dalam satgas tersebut. Bahkan, Pemkot Surabaya berencana mengumpulkan seluruh organisasi masyarakat dan perwakilan suku pada 31 Desember 2025 untuk berikrar bersama menolak premanisme dan segala bentuk kekerasan.
Menutup sambutannya, Cak Eri menitipkan masa depan Surabaya kepada generasi muda. Ia menegaskan, nasib Kota Pahlawan tidak hanya berada di tangan pemerintah, tetapi juga pada keberanian dan kesadaran warganya menjaga rumah bersama.
“Jangan pernah mau rumah kita dibakar, dirusak, atau dijadikan perang suku. Surabaya adalah rumah kita semua,” pungkasnya.
Editor : Arif Ardliyanto