Silmy menyebutkan bahwa, industri baja nasional saat ini masih pada tahap pertumbuhan awal yang akan terus meningkat pesat seiring pertumbuhan ekonomi nasional.
Konsumsi baja per kapita Indonesia saat ini masih kurang dari 70 kg per kapita per tahun.
Angka itu jauh tertinggal dari Korea Selatan 1.076 kg, Tiongkok 667 kg, Jepang 456 kg, dan Amerika Serikat 291 kg per kapita.
Konsumsi Indonesia bahkan tertinggal dibandingkan dengan konsumsi baja per kapita negara tetangga ASEAN, seperti Malaysia 210,5 kg, Thailand 233,3 kg, dan Singapura 273,5 kg per kapita.
Dari sisi produksi, Indonesia saat ini baru memproduksi baja kasar sebanyak 14,3 juta ton, jauh tertinggal dari Tiongkok 1.032,8 juta ton, India 118,2 juta ton, Jepang 96,3 juta ton, Amerika Serikat 85,8 juta ton, Rusia 75,6 juta ton, dan Korea Selatan 70,4 juta ton.
“Dari data tersebut dapat kita simpulkan bahwa peluang berkembangnya industri baja nasional masih sangat besar sehingga kita dorong agar industri baja nasional dapat terserap oleh kebutuhan dalam negeri,” ujar Silmy.
Sementara itu, Ketua Umum Kadin Arsjad Rasjid menyatakan, pihaknya berupaya agar industri-industri kecil pun mendapatkan apresiasi di masyarakat.
Sehingga kesinambungan pergerakan ekonomi bergerak menyeluruh dari semua kalangan.
"Hal ini kemudian yang akan membantu terwujudnya kemandirian industri nasional,” kata Arsjad.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait