SURABAYA, iNewsSurabaya.id - Suku bunga di Amerika (The Fed) yang diikuti dengan kenaikan suku bunga di Indonesia (BI) membuat masyarakat berpikir ulang untuk berinvestasi.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (UNAIR) Dr Rossanto Dwi Handoyo menyebut beberapa contoh wadah investasi yang aman untuk menyelamatkan ekonomi makro.
Salah satunya adalah memegang mata uang asing, saham, properti, emas, dan obligasi (surat hutang). Mengupas hal tersebut, Rossanto menekankan masing-masing investasi harus memahami polanya.
Menurutnya, untuk sekarang lebih baik tidak bermain mata uang asing. Pasalnya, rupiah sedang mengalami depresiasi 7 hingga 8 persen sehingga akan mempengaruhi faktor kurs dollar di pasar valas.
Pemicunya, investor sedang banyak membeli dollar sehingga menyebabkan rupiah melemah. Begitupun dengan saham, tidak semua saham bagus, tetapi ada yang minus.
“Jika ada orang luar negeri menanamkan saham di Indonesia tetapi keuntungannya kurang dari 7-8 persen kan artinya rugi, sehingga investor akan mencari alternatif aset lain,” tutur Rossanto.
Tak hanya itu, properti rumah kini lagi lesu karena pembelian tidak bereaksi cepat. Tak ayal, Rossanto menilai kenaikan suku bunga yang agresif juga berpengaruh pada kenaikan harga properti. Oleh sebab itu, untuk saat ini salah satu aset paling tidak berisiko ialah emas.
“Aset paling aman ya emas, emas itu harganya akan naik serta cepat dikonversikan ke uang. Saat suku bunga naik, harga penjualan emas turun, hal itulah yang mendorong masyarakat mengalihkan kepemilikan asetnya menjadi emas,” kata dia.
Rossanto menambahkan obligasi atau surat hutang juga mendapatkan pengaruh signifikan dari kenaikan suku bunga BI, termasuk obligasi syariah negara atau sukuk negara yang memberikan keuntungan dengan sistem bagi hasil.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait