Ditambahkannya, promosi rokok melalui kaos, voucher maupun tawaran rokok gratis dari perusahan rokok, sebagian besar siswa mengaku tidak menerima atau mengalaminya.
Penelitian yang berlangsung selama hampir setahun ini, juga menghasilkan peta mapping iklan rokok di puluhan ribu titilk di 4 kabupaten/kota yang sama.
Hasilnya, sekitar 30% tempat penjualan (baik menjual rokok maupun tidak) terdapat iklan rokok indoor/outdoor, kecuali di Serang yang lebih rendah yaitu 19,4%.
“Terbanyak dalam bentuk powerwall, poster dan stiker untuk yang indoor, sedangkan untuk outdoor terbanyak dalam bentuk spanduk dan poster," imbuh Hario.
Dari temuan diatas dapat dilihat bahwa perilaku merokok responden, dalam hal ini adalah anak sekolah, mengalami kenaikan yang cukup drastis dibandingkan dengan hasil survey yang dilakuakan tahun sebelumnya.
Hal ini diduga disebabkan oleh tingginya paparan iklan rokok (baik konvensional maupun elektronik) pada anak sekolah dengan berbagai macam bentuk IPS.
“Dengan adanya fakta tersebut diatas, kami mendorong pemerintah untuk segera melakukan melakukan revisi UU yang relevan terkait dengan pencegahan anak sekolah merokok, antara lain adalah revisi UU no 32 tahun 2002 tentang Penyiaran serta PP 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan,” ungkapnya.
Editor : Ali Masduki
Artikel Terkait