Padahal, pengusaha-pengusaha pengimpor garam tersebut sering bermasalah dengan hukum. Tetapi anehnya, justru mereka (pengusaha pengimpor) garam mendapatkan jatah impor garam dari luar negeri. Seharusnya, pengusaha lain memiliki peran yang sama untuk mendaptkan impor garam dari Negara lain.
“Kita ini kehabisan stok garam dari petani, harusnya pemerintah memberikan solusi yang baik bagi kami, bukan dibiarkan seperti saat ini,” katanya.
Ferri menegaskan, perusahaan lokal ini memiliki pekerja yang menghidupi anak istri, namun karena tidak ada stok garam, terpaksa perusahaan garam lokal ini merumahkan mereka. “Ada 50% sendiri pekerja yang saya rumahkan. Saya tidak ada barang, kan tidak mungkin saya pertahankan mereka,” akunya.
Saat ini lanjut Ferri, produksi garam petani sangat sedikit, jika ditemukan garam petani harganya sangat melambung. Tak tanggung-tanggung, harga yang ada sekitar Rp. 5.000,- hingga Rp. 7000,-/ kg, jumlah harga ini tidak masuk akal dan jika terpaksa diproduksi-pun akan kesulitan untuk menjual. Karena dipasaran atau ritel masih ada yang menjual dengan harga garam sekitar Rp 7.000,- /kg. Mereka berasal dari perusahaan-perusahaan yang mendapatkan jatah impor.
“Kan tidak masuk Akal, saat garam petani untuk konsumsi langka justru perusahaan garam yang mendapatkan impor menjual garam dengan harga murah? Lha kami pengusaha kelas UMKM mau bagaimana?,” ungkap dia.
Editor : Arif Ardliyanto
Artikel Terkait